WahanaNews.co | Penunjukan Kepala BIN Sulawesi Tengah Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Penjabat (Pj.) Bupati Seram Barat jadi sorotan banyak kalangan.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Perludem, Kode Inisiatif, Pusako Andalas, dan Puskapol UI meminta Kemendagri membatalkan penunjukan itu.
Baca Juga:
Tak Ikut Pelantikan Serentak di Jakarta, Ini Alasan Kepala Daerah di Aceh
"Mendesak Kemendagri untuk membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin sebagai Pj. Bupati Seram Bagian Barat karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi," kata Koordinator Harian Kode Inisiatif Ihsan Maulana dalam keterangan resminya, Selasa (24/5).
Sejauh ini, Kemendagri belum mengeluarkan pernyataan terkait penunjukan itu. Namun sejumlah Menteri di Kabinet Indonesia Maju membela keputusan tersebut.
Menko Polhukam Mahfud MD dan Menpan RB Tjahjo Kumolo bahkan memaparkan aturan yang mendasari penunjukan itu.
Baca Juga:
Imbau OPD Kerja Maksimal, Gani Muhamad: “Jangan Tunggu Putusan MK, Jangan Bebani Wali Kota Terpilih”
Sejumlah aturan yang diklaim pemerintah sebagai dasar penunjukan anggota TNI menjadi Pj Kepala Daerah.
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI
Pasal 47 ayat 1 UU itu menyatakan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Namun pada ayat 2, disebutkan bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.
2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
Pasal 20 ayat 1 UU itu menjelaskan jabatan ASN diisi dari pegawai ASN. Lalu pada ayat selanjutnya, dijelaskan jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri.
Lalu pada ayat 3 dijelaskan pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam UU tentang TNI dan UU tentang Polri.
Selain itu, pasal 109 ayat 1 UU itu menyatakan jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
Lalu pada ayat 2 berbunyi Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
Pasal 147 PP itu menyatakan jabatan ASN tertentu di lingkungan Instansi Pusat tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lalu pada pasal 148 ayat 1 menyatakan jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri. Jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 itu berada di instansi pusat dan sesuai dengan UU TNI dan UU Polri
4. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 90 Tahun 2012 tentang Badan Intelijen Negara
Pasal 57 ayat 3 menyatakan Kepala Biro, Direktur, Inspektur, Kepala Binda, dan Kepala Pusat adalah jabatan Pimpinan Tinggi Pratama atau jabatan struktural eselon II.a.
5. Vonis Mahkamah Konstitusi (MK)
MK sebelumnya pernah memutus perkara nomor 15/PUU-XX/2022 terkait uji materi Pasal 201 ayat 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002).
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Sementara itu, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Sedangkan, dalam ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 ditentukan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
"Jabatan di luar kepolisian" dimaksud adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kepala Polri.
Ketentuan ini disebut sejalan dengan UU 5/2014 yang membuka peluang bagi kalangan non-PNS untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya tertentu sepanjang dengan persetujuan Presiden dan pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden [vide Pasal 109 ayat (1) UU 5/2014]
Selain yang telah ditentukan di atas, UU 5/2014 juga membuka peluang pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif [vide Pasal 109 ayat (2) UU 5/2014].
Jabatan pimpinan tinggi dimaksud dapat pimpinan tinggi utama, pimpinan tinggi madya dan pimpinan tinggi pratama [vide Pasal 19 ayat (1) UU 5/2014]
"Artinya, sepanjang seseorang sedang menjabat sebagai pimpinan tinggi madya atau pimpinan tinggi pratama, yang bersangkutan dapat diangkat sebagai penjabat kepala daerah," tulis MK. [qnt]