WahanaNews.co | Sejak 2004 hingga 2021 kemarin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan ratusan anggota dewan sebagai tersangka pelaku tindak pidana korupsi.
Tak hanya anggota dewan, KPK juga turut mengamankan ratusan kepala daerah di Indonesia mulai dari Gubernur, Walikota dan Bupati.
Baca Juga:
PN Jaksel Putuskan Tak Berwenang Adili Gugatan PDIP Lawan Penyidik KPK, Ini Pertimbanganya
Adapun jumlah pejabat yang telah ditangkap KPK diantaranya:
1. 310 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).
2. 22 Gubernur serta 148 Wali Kota dan Bupati.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Baru Menjabat 6 Bulan Jadi Tersangka Korupsi
KPK menyebut banyaknya kepala daerah dan anggota dewan yang menjadi tersangka itu membuktikan bahwa pelaku korupsi di sektor politik masih marak.
"Jika mengacu pada data KPK sejak 2004 hingga 2021, tercatat para pelaku korupsi yang berasal dari proses politik cukup mendominasi. Diantaranya 310 orang merupakan anggota DPR dan DPRD, 22 Gubernur, dan 148 Walikota dan Bupati," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (10/5/2022).
KPK menekankan, banyaknya anggota dewan maupun kepala daerah yang jadi tersangka, seharusnya bisa menjadi alarm atau pengingat bagi para aktor politik untuk berhati-hati.
Apalagi, sebentar lagi akan dimulai kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Menjelang Pemilu dan Pilkada 2024, setidaknya akan ada 272 kepala daerah yang berakhir masa tugasnya pada 2022-2023. Nantinya, posisi mereka akan diisi oleh Penjabat (Pj). Selanjutnya Pj akan bertugas sampai terpilihnya kepala daerah baru hasil Pilkada 2024," beber Ali.
"Proses transisi dan pengisian Pj ini penting menjadi perhatian kita bersama. Karena proses ini sering menjadi ajang transaksi yang rentan terjadinya praktik-praktik korupsi. Mirip halnya 'praktik jual-beli jabatan' dalam beberapa perkara yang ditangani KPK," imbuhnya.
Menurut Ali, biaya besar dalam proses politik dapat menjadi salah satu pemicu seseorang melakukan korupsi. Potensi korupsi itu, kata Ali, untuk memperoleh penghasilan tambahan guna menutup biaya politik tersebut.
"Penghasilan tambahan ini tidak jarang dilakukan dengan cara-cara yang menabrak aturan, salah satunya korupsi," terangnya.
Oleh karenanya, KPK sangat konsentrasi melakukan pencegahan korupsi pada sektor politik. Salah satunya melalui program politik cerdas berintegritas.
Dijelaskan Ali, kedudukan partai politik sangat strategis dalam mengusung pasangan calon dalam menghasilkan wakil rakyat, presiden, wakil presiden, dan kepala daerah yang berkualitas.
"Oleh karenanya, program ini akan mendorong para pimpinan dan pengurus partai politik baik di pusat maupun daerah, bisa menjadi benteng bagi pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan kerjanya," ungkapnya. [rsy]