WahanaNews.co | Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny
K Harman, menilai, pemerintah tidak memiliki dasar hukum untuk membuat
aturan pedoman interpretasi terhadap sebuah pasal atau ketentuan norma dalam
undang-undang (UU).
Benny
mengatakan, kewenangan tersebut dimiliki oleh para hakim di pengadilan untuk
menafsirkan hal-hal yang belum diatur secara jelas.
Baca Juga:
DPR Ketok Palu Revisi UU ITE, Simak Poin Perubahannya
"Tidak
ada dasar hukum presiden untuk membuat aturan pedoman seperti itu," kata
Benny, saat dihubungi wartawan, Kamis (18/2/2021).
"Lagipula,
pemerintah atau Presiden sama sekali tidak diberi kewenangan untuk membuat
interpretasi terhadap sebuah pasal atau ketentuan norma dalam UU, termasuk UU
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," ujar dia.
Benny
mengutarakan hal ini untuk merespons adanya rencana pemerintah untuk menyusun
atau membuat pedoman penafsiran terhadap UU ITE.
Baca Juga:
PLN Katakan Produksi Hidrogen Hijau Jadi Bahan Bakar Alternatif di Masa Depan
Ia
melanjutkan, dalam hierarki perundang-undangan juga tidak dikenal bentuk hukum
pedoman seperti itu.
"Yang
dikenal hanya Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan UU atau Peraturan
Presiden (Perpres) untuk menjalankan Undang-Undang Dasar (UUD)," ujarnya.
Oleh
karena itu, ia mempertanyakan dasar pemerintah untuk membuat pedoman peraturan
terhadap UU ITE tersebut.
Sebab,
ia menilai akan sangat berbahaya apabila pedoman tersebut dibuat pemerintah, karena akan bersifat subyektif.
"Apa
dasar pemerintah membuat pedoman peraturan seperti itu? Sangat berbahaya jika
pedoman itu dibuat pemerintah karena pasti akan bersifat subyektif dan
mengikuti selera penguasa," kata dia.
Benny
juga menyoroti wacana pembuatan pedoman tafsir ini akan melibatkan Mahkamah
Agung (MA).
Menurut
dia, hal ini jelas akan merusak tatanan sistem bernegara.
Padahal,
kata dia, MA seharusnya tidak dilibatkan, karena mereka adalah
"wasit" hukum yang harus netral dan independen.
"MA
bukan anggota kabinet dan bukan bagian dari kekuasaan eksekutif," kata
Benny Harman.
Tak
sepakat dengan rencana pedoman interpretasi tersebut, Benny menyarankan bahwa
yang dibutuhkan saat ini adalah pedoman bagi aparat penegak hukum,
terutama Polri, dalam menegakkan UU ITE.
Bentuk
pedoman itu, lanjutnya, berupa Peraturan Kapolri.
"Tujuannya
agar penegakan UU ITE tidak pilih kasih, tidak tebang pilih, dan benar-benar
adil. Jangan dipakai untuk singkirkan dan memenjarakan lawan-lawan
politik," kata dia.
Benny
menegaskan, Partai Demokrat tetap berpendapat untuk mendukung revisi UU ITE
menurut tata cara hukum yang berlaku.
Hal ini
agar melibatkan kalangan luas di masyarakat dalam pembahasannya.
"UU
ini sudah tidak responsif lagi dengan tuntutan rasa hukum dan keadilan
masyarakat. Selain berpotensi disalahgunakan oleh penguasa untuk menjaga
stabilitas kekuasaan," ucapnya.
Sebelumnya,
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, mengatakan,
pemerintah akan menyiapkan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE.
Johnny
mengungkapkan, pembentukan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE diinstruksikan
oleh Presiden Joko Widodo.
Pedoman
tersebut dibuat agar implementasi pasal-pasal UU ITE berjalan adil dan tak
multitafsir.
"Yang
perlu disiapkan segera adalah pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE,"
kata Johnny kepada wartawan, Rabu (17/2/2021). [dhn]