WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan terjadinya fenomena “industri hukum” di daerah-daerah.
Hal itu lantaran ada laporan yang sampai kepadanya.
Baca Juga:
Soal Kasus Hasto, Mahfud MD Sebut Tersangka Tak Harus Ditahan
"Ada laporan begini nih, di daerah-daerah itu banyak sekali sekarang apa yang disebut industri hukum, aturan itu dibuat atau diberlakukan untuk mengambil keuntungan," kata Mahfud MD, mengutip Kompas TV, Rabu (17/5/2023).
Menurut Mahfud, fenomena itu telah dibahas dalam rapat lintas kementerian dan lembaga yang ia pimpin seperti Kemendagri, Kejaksaan Agung, Polri, Kemenpan RB, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) beberapa waktu terakhir.
Mahfud menuturkan bahwa laporan yang diterimanya terkait "industri hukum" itu antara lain muncul dari Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji.
Baca Juga:
Harvey Moeis Divonis Cuma 6,5 Tahun Penjara, Mahfud MD: Duh Gusti, bagaimana ini?
Melalui surat yang disampaikan kepada Mahfud, Sutarmidji mengaku resah oleh oknum-oknum jaksa yang tiba-tiba muncul melakukan pemeriksaan dengan tuduhan adanya korupsi di tengah proyek pembangunan yang sedang berlangsung di Kalbar.
"Proyek sedang berjalan, sudah diperiksa oleh jaksa. Jaksa manggil, katanya korupsi ini, sehingga orang menjadi takut melakukan proyek. Nah, jaksanya cuma meras-meras aja itu," ujar Mahfud.
Setelah memeriksa dengan tuduhan melanggar hukum, lanjut Mahfud, kejaksaan setempat tidak kunjung memberikan keputusan hukum terkait ada atau tidaknya tersangka dalam proyek itu.
"Dibilang melanggar hukum, kamu korupsi ini, diperiksa terus, enggak pernah ada keputusan apakah tersangka atau tidak, ya hanya diperas saja, polisi juga melakukan hal yang sama," ujar Mahfud.
Padahal, Mahfud menegaskan, sudah ada aturan dan kesepakatan bersama bahwa terhadap proyek pemerintahan yang sedang berjalan, kejaksaan maupun kepolisian tidak boleh melakukan pemeriksaan sebelum masa anggaran berakhir.
Selain itu, apabila ditemukan permasalahan, kata dia, aparat penegak hukum harus terlebih dahulu melaporkan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), baik Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau inspektorat daerah.
"Jangan langsung dari jaksa dan polisi langsung ke pimpro (pemimpin proyek), atau langsung ke yang nyetor barang, itu sangat menganggu," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, kasus yang ia sebut sebagai "industri hukum" tidak hanya muncul di Kalbar, akan tetapi banyak ditemukan di provinsi lain termasuk di Sulawesi Selatan.
"Di berbagai daerah begitu, nah itu juga jadi masalah. Itu moralitas yang dilanggar oleh aparat penegak hukum. Tentu tidak semua aparat penegak hukum, tapi gejala itu terjadi," kata Menkopolhukam.
Menurut Mahfud, fenomena "industri hukum" juga pernah membuat pegawai ketakutan hingga enggan mendaftar sebagai pejabat dinas tertentu di wilayah Yogyakarta.
"Kalau tidak salah dulu di Yogyakarta, dulu betapa di sini perlu beberapa pejabat dinas misal yang diperlukan 10 tapi yang mendaftar cuma enam,” tutur Mahfud.
“Kenapa? Karena takut, orang disuruh jujur tapi APIP-nya enggak bener, suruh laporan yang bener, tapi disuruh menyuap agar tidak diperiksa, agar tidak dijadikan tersangka korupsi.”
Tanpa ada landasan moral dan etika, menurut Mahfud, produk hukum berpotensi dijadikan lahan industri dengan instrumen pasal yang telah disiapkan untuk keuntungan pihak tertentu.
"Dalam industri itu bahan mentah dijadikan matang, sehingga hukum ini, tangkap saja dengan pasal ini. Kalau ini menyuap berlakukan pasal ini," ujarnya.
"Ada pasalnya semua, kalau mau diperas uang sekian pasalnya ini, kalau ingin bebas pasalnya ini." [eta]