WahanaNews.co | Nama mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun, kembali terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengaturan kuota rokok dan minuman beralkohol meski dirinya kini sudah berstatus narapidana (Napi).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran Nurdin yang diketahui berstatus terpidana kasus suap dan gratifikasi terkait izin reklamasi pada Kamis (11/11/2021).
Baca Juga:
Kejagung Ungguli KPK dalam Mengusut Kasus Korupsi dan TPPU
"Tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait dengan peran saksi (Nurdin Basirun) yang turut menyetujui usulan tersangka AS (Apri Sujadi, Bupati Bintan periode 2016-2021) dalam menentukan pihak-pihak yang tergabung dalam BP Bintan," ujar Plt. Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding, Jumat (12/11/2021).
Ipi menerangkan penyidik terus mendalami perusahaan-perusahaan yang mendapatkan izin kuota rokok dan minol di BP Bintan. Itu didalami lewat pemeriksaan tiga saksi di Polres Tanjungpinang, kemarin.
Para saksi dimaksud ialah Wali Kota Tanjungpinang periode 2013-2018, Lis Darmansyah; Pihak swasta, Norman; dan Asisten II Bidang Ekonomi Pemprov Kepri sekaligus Sekretaris Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, Syamsul Bahrum.
Baca Juga:
KPK Mulai Penyidikan Dua Kasus Dugaan Korupsi di PT Asuransi Jasindo
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan beberapa perusahaan yang mendapatkan izin kuota rokok dan minuman alkohol di BP Bintan yang diduga telah mendapat persetujuan dari tersangka AS dkk serta dugaan aliran uang yang diterima oleh tersangka AS atas persetujuan dimaksud," ucap Ipi.
Anggota Polri, Boy Herlambang, yang diagendakan untuk diperiksa tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan dua tersangka yaitu Apri Sujadi dan Plt. Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Wilayah Kabupaten Bintan, Mohd. Saleh H. Umar.
Pada periode 2017-2018, Apri diduga menerima uang sejumlah Rp6,3 miliar.
Sedangkan Mohd Saleh menerima Rp800 juta. Uang itu diperoleh dari para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan.
KPK menemukan dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp250 miliar dari perbuatan korupsi yang dilakukan kedua tersangka tersebut. [rin]