WahanaNews.co | Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menyebutkan perihal amendemen UUD 1945 setidaknya harus mendapatkan pengajuan dari 1/3 dan dihadiri 2/3 anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
"Menurut Pasal 37 (UUD 1945 perubahan keempat), harus ada yang mendaftarkan 1/3 dari anggota MPR," ujar Zainal Arifin Mochtar, Kamis (2/9/2021).
Baca Juga:
Wakil Ketua Umum PAN Tolak Wacana Pemilihan Presiden Tidak Langsung
Berikut bunyi Pasal 37 UUD 1945 perubahan keempat:
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. ****)
Baca Juga:
Amien Rais Setuju UUD Diamendemen Lagi, Presiden Dipilih oleh MPR
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya limapuluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ****)
****): Perubahan Keempat
"Sekarang yang kita harus tanya ini adalah MPR, seserius apa mereka melakukan amandemen? Apakah usulan Amandemen itu sudah ada? Apakah pengkajian seriusnya ada? Apakah 1/3 seperti di Pasal 37 sudah ada?" kata Zainal Arifin Mochtar.
Lebih lanjut, ia meyakini arah Amandemen UUD 1945 yang akan dilakukan cenderung lebih mengakomodir kepentingan partai politik.
"Indikasi amendemen ada, Ketua MPR yang ngomong. Partai-partai yang ketemu dengan Presiden Jokowi bilang, ada pembicaraan amandemen. Agenda amendemen itu bukan agenda Presiden, namun agenda MPR. Presiden tidak punya kewenangan secara konstitusional untuk bicara soal Amendemen," jelas Zainal Arifin Mochtar.
Sehingga, perihal amandemen UUD 1945 ini, ia menilai semua ada di tangan MPR, dan bukan ada di Presiden RI.
"Jadi, ini bolanya masih di MPR, konstitusionalnya usulan amandemen itu 1/3 dari anggota MPR. Jadi, kasak-kusuknya ada, ya kita sudah tahu, Ketua MPR sudah ngomong," ujarnya.
"Ada yang mengatakan (amendemen UUD 1945 dimaksud untuk) 3 periode jabatan Presiden, ada yang mengatakan sistem penguatan MPR, penguatan DPD, dan lain-lain. Apakah ada yang sudah teragenda? Belum ada," tambahnya. [dhn]