WahanaNews.co | Sidang kasus pengeroyokan pegiat media sosial Ade Armando kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).
Sidang kemarin beragendakan mendengar keterangan enam terdakwa, yakni Marcos Iswan, Komar, Abdul Latif, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja.
Baca Juga:
Dugaan Ujaran Kebencian Ade Armando soal DIY Mulai Diselidiki Polisi
Para terdakwa mengaku tidak saling mengenal satu sama lain dan tidak berniat membuat kerusuhan pada demo mahasiswa di depan Gedung DPR, Senin (11/4/2022).
"Tidak ada yang kenal dengan terdakwa lain," kata Marcos di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.
"Saya berangkat dari rumah sendirian dan bertemu dengan teman saya dari Partai Masyumi di Halte Universitas Indonesia," imbuhnya.
Baca Juga:
Bila Tak Bisa Ikuti Aturan, Kaesang Persilakan Ade Armando Keluar dari PSI
Kemudian, kuasa hukum lainnya memberikan pertanyaan, "Untuk semua terdakwa, semua datang jauh-jauh dari kampung masing-masing tidak melakukan perjanjian?" kata kuasa hukum memberikan pertanyaan kepada seluruh terdakwa.
Keenam terdakwa kompak menggelengkan kepalanya sebagai tanda bahwa mereka tidak saling kenal dan membuat janjian untuk membuat kerusuhan.
Selanjutnya, kuasa hukum terdakwa Dhia Ul Haq memberikan pertanyaan kepada kliennya mengenai apa yang membuat terdakwa datang ke aksi unjuk rasa saat itu.
"Waktu itu saya tahu dari media sosial, ada demo yang ditujukan kepada anggota dewan diminta mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan adalah penurunan harga minyak dan tolak perpanjangan masa jabatan presiden jadi tiga periode," ujarnya.
"Karena saya masih muda, saya mau ikut walaupun bukan anak kuliahan, ini untuk bela agama, negara, bangsa," imbuhnya.
Sementara, terdakwa Muhammad Bagja mengungkapkan, datang ke lokasi unjuk rasa untuk melihat sekaligus membuat video mendokumentasikan kegiatan demonstrasi tersebut.
"Niatnya mau melihat aksi demo mahasiswa, niatnya ingin buat video demo saja dan sekitar jam 13.30 WIB mahasiswa datang, kemudian ada kericuhan dan pak Ade datang, dari situ ada provokator yang menyebutkan nama Ade Armando, saya spontan tarik bajunya sebanyak satu kali," ujar Bagja.
Enam terdakwa pengeroyok Ade Armando mengaku mendengar teriakan provokatif sehingga mereka terpancing untuk ikut mengeroyok dosen Universitas Indonesia itu.
Hakim Ketua Dewa Ketut Kartana mulanya menanyakan hal yang membuat para terdakwa mengeroyok Ade Armando.
Kemudian, para terdakwa menjawab secara bergantian, dimulai dari terdakwa Marcos Iswan.
Marcos menuturkan, awalnya ia datang ke depan Gedung DPR lokasi digelarnya unjuk rasa mahasiswa pada Senin 11 April 2022, untuk turut serta berdemonstrasi.
Saat di lokasi demo, kata Marcos, dia mendengar teriakan massa yang menyebut nama Ade Armando.
"Ada yang teriak 'Ade Armando, Ade Armando' jadi secara spontan Marcos melakukan penendangan tapi tidak kena (Ade Armando), karena ramai orang saat itu, Marcos terdorong keluar kumpulan massa," ujar Marcos.
Serupa dengan Marcos, terdakwa Komar mengaku ikut memukuli Ade Armando berawal dari suara bernada provokasi di lokasi kejadian.
"(Pukul) dua kali cuma kena apa enggak saya tidak tahu, karena sudah banyak orang saat itu," kata Komar.
Terdakwa Abdul Latif yang ikut mengerubungi Ade Armando juga mendengar suara provokatif itu.
"Pada saat kejadian, saya sempat merokok di depan Gedung DPR. Saat saya duduk, ada yang teriak 'Ade Armando penista agama', terus saya spontan memukul," kata Abdul Latif.
Hal senada diungkapkan tiga terdakwa lainnya Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja yang mengaku datang ke lokasi demo tidak berniat untuk membuat kericuhan.
Para terdakwa mengakui bahwa mereka terlibat dalam pemukulan terhadap pegiat media sosial itu.
Terdakwa Al Fikri Hidayatullah mengaku memukul Ade Armando di bagian pipi kanan.
"Saya awalnya tidak kenal Ade Armando, karena ada yang bilang (Ade Armando) penista agama, terus saya spontan memukul. Yang saya ingat pukul wajah pipi kanan," kata Fikri saat ditanya Hakim Ketua Dewa Ketut Kartana.
Sementara terdakwa Abdul Latif mengaku memukul Ade Armando sekali di bagian pelipis mata.
Ia mengaku refleks memukul karena terprovokasi oleh teriakan massa yang menyebut nama Ade Armando sebagai penista agama.
"Kebetulan saya juga pernah lihat videonya bahwa dia (Ade Armando) sering propaganda, kemudian saya spontan memukulnya," kata Abdul Latif.
Kemudian, terdakwa Dhia Ul Haq mengaku hanya sekali memukul Ade Armando di depan Gedung DPR itu.
"Sekali (memukul), di bagian belakang tubuh, habis itu saya langsung ditarik sama massa," ujar dia.
Sedangkan untuk terdakwa Marcos Iswan dan Komarudin mengaku ikut mengeroyok Ade Armando, tetapi keduanya tidak mengetahui apakah pukulannya mengenai akademisi itu atau tidak karena kondisi yang sudah ricuh.
"Marcos melakukan penendangan dua kali, yang pertama tidak kena, yang kedua kena kaki orang, kemudian orang itu mengejar Marcos, jadi Marcos keluar dari kerumunan massa," kata Marcos.
"(Pukul) dua kali, cuma mengenai apa nggak saya tidak tahu," ucap Komar.
Sementara itu, terdakwa Muhammad Bagja mengungkapkan, ia tidak sama sekali memukuli Ade Armando.
Ketika Ade Armando dikerumuni massa, kata Bagja, ia tidak sempat memukul dan hanya menarik kaos yang dikenakan Ade Armando.
"Tidak sempat mukul, saya cuma menarik kaos korban tapi tidak sampai jatuh. Saya mengenal Ade Armando itu setelah saya pulang ke rumah lihat di TikTok bahwa dia itu dosen Universitas Indonesia," tutur Bagja. [qnt]