WahanaNews.co | Tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Yunicee pada Selasa (29/6/2021) lalu, terpaksa harus menyeret tiga orang menjadi tersangka oleh
Mabes Polri.
Ketiga tersangka tersebut di antaranya
IS sebagai Nakhoda KMP, NW sebagai Kepala Cabang, dan RMS
sebagai Kepala Syahbandar Korsatpel BPTD Pelabuhan Ketapang.
Baca Juga:
Polri Harus Tetap Independen, Wacana Pengalihan ke Kemendagri atau TNI Dinilai Bertentangan dengan Prinsip Demokrasi
Ketiganya dituding sebagai
penanggungjawab atas teggelamnya KMP Yunicee.
Mereka ditahan untuk
mempertanggungjawabkan atas fakta yang telah ditemukan oleh Mabes Polri.
Fakta yang didapat dari tenggelamnya
KMP Yunicee tersebut, akibat kelebihan muatan dari batas normal.
Baca Juga:
17 Korban KMP Yunicee Belum Ditemukan, Pencarian Dihentikan
"Perkara tersebut yang ditangani oleh
Mabes Polri langsung, kita tidak memiliki kapasitas untuk memberikan keterangan
apapun," ujar Kapolresta Banyuwangi, AKBP Nasrun Pasaribu kepada wartawan,
dikutip Jumat (13/8/2021).
Nasrun mengatakan, perkara tersebut
tergantung dari Mabes Polri.
Termasuk penanganan perkara tersebut juga tergantung dari Mabes Polri.
"Kita tidak bisa memberikan komentar
apapun, kita takut disalahkan jika memberikan statement," katanya.
Sementara itu, Kepala Syahbandar Korsatpel
BPTD Pelabuhan Ketapang, RMS, saat dihubungi melalui saluran
telepon membenarkan atas penetapan dirinya sebagai tersangka.
Selain dirinya, ada dua orang lainnya
yang ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka atas dirinya tersebut terkait tanggung jawabnya tentang tanda tangan Surat Persetujuan
Berlayar (SPB).
"Kami ini,
sebenarnya, kapasitasnya tidak melakukan pemeriksaan secara fisik kapal,
sesuai SOP yang ada. Karena, jika ada laporan baru, kami lakukan pemeriksaan di atas kapal," katanya.
Namun, jelas RMS, kapal dinyatakan
dalam master sharing, sebagaimana ketentuan UU RI Nomor 17, siap
berlayar.
Surat dan kondisi kapal tidak ada yang expired.
Tapi, dalam penyelidikan tetap harus
bertanggung jawab secara fisik, dan itu masuk dalam
pasal kelalaian.
"Langkah yang akan diambil sudah
berusaha menyampaikan kepada pimpinan, tetapi dari pimpinan kondisi menurut
saya lambat responnya," terangnya.
Selama ini, masih kata RMS, belum ada
perhatian khusus untuk dirinya.
Padahal, sudah mengirimkan surat ke atasan dan
melaksanakan tugas negara sesuai SOP yang ada.
"Belum bisa kita pastikan bantuan
seperti apa nantinya yang akan saya terima," ungkapnya.
RMS menjelaskan, meski dirinya
ditetapkan sebagai tersangka, tapi tidak
dilakukan penahanan.
Karena, ada bantuan yang memberikan
jaminan agar tidak dilakukan penahanan.
"Walaupun saya sudah ditetapkan
tersangka, saya berusaha melakukan kewajiban kerja dan tetap melakukan
pelayanan," terangnya.
RMS berharap, negara bisa melakukan perlindungan.
Karena, sebagai
pejabat negara, dirinya hanya menjalankan tugas sesuai dengan SOP yang
sudah ada.
"Saya berharap ada semacam pengayoman. Memang, secara
khusus, saya yang bertandatangan dalam surat layar tersebut," harapnya.
RMS menambahkan, sebenarnya pihaknya
sangat dilematis dalam menjalankan tugas tersebut.
Jika pihaknya tidak menandatangani surat tersebut, jelas menjadi persoalan lainnya.
Karena, kapal tidak bisa berlayar.
Sehingga, akan banyak penumpang yang
jelasnya akan melakukan demonstrasi.
"Tugas kita dilematis ketika menjalankan tugas negara, tetapi malah dibiarkan oleh negara," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, KMP Yunicee yang melayani rute penyeberangan dari Pelabuhan
Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali, tenggelam di Perairan Selat Bali, Selasa (29/6/2021) lalu.
KMP Yunicee tenggelam sekitar pukul
19.06 WITA.
Hingga puul 21.45, Basarnas telah
mengevakuasi 44 orang dalam kondisi selamat.
KMP Yunicee sendiri
membawa 41 penumpang dan 15 anak buah kapal (ABK) serta puluhan kendaaraan.
Kapal tenggelam setelah terseret arus
ke arah selatan pelabuhan saat menunggu antrean hendak bersandar di Pelabuhan
Gilimanuk. [dhn]