WahanaNews.co | Tim Bantuan Hukum Front Pembela Islam (FPI) mengkritik langkah
kepolisian dalam proses penegak hukum terhadap Pimpinan FPI, Rizieq Shihab.
Menurut mereka, terdapat sejumlah
kejanggalan pada sangkaan pasal yang digunakan sebagai dasar ketentuan pidana.
Baca Juga:
HRS Sebut ‘Negara Darurat Kebohongan’, Pengacara: Itu Dakwah
Ketua Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro, menilai, sangkaan
yang ditetapkan kepada Rizieq sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran
protokol kesehatan memakai Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina
Kesehatan dan dugaan perbuatan pidana penghasutan di muka umum sebagaimana
dimaksud Pasal 160 KUHP, tidaklah tepat.
Rizieq semula hanya akan diminta
keterangannya sebagai saksi menyangkut berkumpulnya orang-orang atau kerumunan di kediamannya tersebut.
Namun, pada 10
Desember ditetapkan sebagai tersangka untuk perbuatan pidana yang mengumpulkan
orang-orang atau menciptakan kerumunan tersebut.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas, Ini Respon Pecinta HRS di Majalengka
"Lalu, dalam pemeriksaan oleh
penyidik pada 12 Desember, dinyatakan bahwa HRS ditangkap dan ditetapkan
sebagai tersangka tidak hanya dengan Pasal 93 UU Karantina Kesehatan, juga
disangkakan dengan Pasal 160 KUHP atas perbuatannya 'menghasut orang-orang
untuk berkumpul atau menciptakan kerumunan' di kediamannya sehubungan dengan
acara pernikahan anaknya dan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW," kata Sugito
dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/12/2020).
Atas hal itulah, Rizieq ditahan dengan
sangkaan pasal berlapis dengan ancaman di atas lima tahun penjara.
Sebagaimana Pasal 93 UU Karantina
Kesehatan dengan pidana paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp
100 juta dan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun untuk sangkaan Pasal
160 KUHP junto Pasal 216 KUHP.