WahanaNews.co, Jakarta – Terkait beredarnya koran 'Achtung' yang menyebut Prabowo sebagai penculik aktivis '98, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sekaligus Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, ada yang panik.
Sebab, potensi Prabowo-Gibran menang satu putaran di Pilpres 2024 semakin terlihat. Mulanya, Muzani mengatakan serangan-serangan yang datang ke Prabowo-Gibran memang semakin kompleks.
Baca Juga:
Usai Gaduh Gabung TKN Prabowo-Gibran, Marcus Gideon Mundur dari PNS
"Semakin tinggi survei yang dipublikasi terhadap pasangan nomor 2 Prabowo-Gibran yang insyaallah akan menang satu putaran, itu memang semakin kompleks serangannya," ujar Muzani di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024) malam, melansir Kompas.com.
Menurut Muzani, serangan yang datang ke Prabowo-Gibran pasti berbeda-beda. Muzani menilai tindakan membuat koran 'Achtung' tersebut untuk memotong kepercayaan rakyat terhadap Prabowo.
"Kami merasa ini adalah tindakan untuk memotong kepercayaan rakyat yang besar kepada kami, sehingga tapi kami merasa bahwa kepercayaan yang makin besar rakyat kepada pasangan Prabowo-Gibran," tuturnya.
Baca Juga:
Wajib Tahu, Ini Sumber Dana Makan Siang dan Susu Gratis Prabowo
"Karena pandangan-pandangan dan ide-ide yang kami kemukakan bisa diterima secara baik oleh rakyat dan masyarakat," sambung Muzani.
Lalu, Muzani heran dengan anggapan kecurangan, padahal Pemilu 2024 saja belum dimulai. Padahal, kata dia, TKN Prabowo-Gibran kerap mendapat laporan kecurangan yang dilakukan oleh pasangan calon lain.
"Karena itu kami merasa pemilu belum dimulai, pilpres belum dimulai, sudah mulai ada cerita, ada seolah-olah ada kecurangan," jelasnya.
Sementara itu, Muzani turut menyinggung perihal ada upaya menggagalkan Pemilu 2024. Dia menuding ada pihak yang panik dengan potensi Prabowo-Gibran menang 1 putaran.
"Jadi saya kira apa yang dikatakan oleh TKN ada upaya menggagalkan pemilu itu saya ya mulai ada sebuah cara-cara, karena menurut saya ada sebuah kepanikan kalau pilpres ini berjalan 1 putaran," imbuh Muzani.
Sebelumnya, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menemukan peredaran koran 'Achtung' yang isinya menyebut Prabowo sebagai penculik aktivis 1998.
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman mengungkapkan bahwa koran 'Achtung' telah beredar secara luas di beberapa kota besar. Isi koran tersebut diklaim memfitnah sosok Prabowo.
"Penyebaran koran gelap Achtung yang sangat masif di beberapa kota besar yang isinya adalah fitnah," kata Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, dikutip dari Kompas TV, Jumat (12/1/2024).
Ia menyebut koran tersebut telah beredar setidaknya dua hingga tiga hari belakangan ini. Dalam konferensi pers ini, Habiburokhman sempat memperlihatkan bentuk fisik koran 'Achtung'.
"Ini sudah dua-tiga hari beredar. Isinya konfirm fitnah, misalnya 'Inilah Penculik Aktivis '98'. Ini gambar Pak Prabowo difitnah sebagai penculik," ujarnya.
Habiburokhman menjelaskan bahwa setidaknya ada empat fakta hukum yang menguatkan Prabowo tidak ada kaitannya sama sekali dengan kasus penculikan aktivis '98.
Pertama, Habiburokhman bilang, tidak ada satu pun keterangan saksi dalam persidangan Tim Mawar yang menyebutkan adanya perintah, arahan, atau permintaan dari Prabowo untuk melakukan penculikan aktivis pada tahun 1998.
Adapun yang dimaksud Tim Mawar ialah tim kecil yang dibuat oleh kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV pada 1998. Tim Mawar ini merupakan dalang dari operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi tahun 1998.
Fakta hukum kedua, Habiburokhman menuturkan, Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor KEP/03/VIII/1998/DKT dengan terperiksa Letjen Purnawirawan Prabowo Subianto.
Menurutnya, putusan dewan ini bukanlah putusan pengadilan, dan juga bukan putusan lembaga setengah pengadilan.
"Itu sifat putusannya hanyalah rekomendasi," ungkap Habiburokhman.
Fakta hukum ketiga, lanjut Habiburokhman, adanya putusan Presiden ke-3 RI, BJ Habibie yang merupakan panglima tertinggi TNI waktu itu.
Dalam putusannya, BJ Habibie memberhentikan Prabowo secara hormat dari TNI karena menghargai jasa dan pengabdiannya selama bertugas di TNI.
Fakta hukum keempat, Habiburokhman menambahkan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sejak 2006 atau 16 tahun yang lalu tidak pernah bisa melengkapi hasil penyelidikan perkara pelanggaran HAM berat penculikan aktivis yang dinyatakan kurang lengkap oleh Kejaksaan Agung.
"Padahal menurut ketentuan Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000, waktu Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan tersebut hanyalah 30 hari," pungkasnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]