WahanaNews.co | Dua terduga pelaku dugaan pelecehan dan perundungan pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), EO dan RT, coba melaporkan akun-akun media sosial yang mem-bully mereka setelah beredarnya surat dari korban.
Namun, laporannya ditolak polisi.
Baca Juga:
Viral Rekrutmen Sekretaris Berujung Pelecehan Seksual, Ini Kronologinya
Keduanya hendak membuat laporan terkait pencemaran nama baik.
Kuasa hukum EO dan RT, Denny Hariatna, berdalih, laporan yang dibuat belum diterima karena masih dianalisa.
Untuk itu, Denny mengaku akan kembali ke Polda Metro Jaya untuk mempertanyakan terkait laporan itu.
Baca Juga:
Kasus Pelecehan Seks, Polisi Tangkap Ketua DPC PSI Gubeng Surabaya
"(Laporan polisi belum diterima) belum, kan ini sedang diverifikasi, sedang dianalisa," kata dia, di Markas Polda Metro Jaya, Jumat (10/9/2021).
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus, mengungkap alasan pihaknya menolak laporan yang diajukan oleh EO dan RT.
Sebab, polisi sendiri belum menyelesaikan kasus dugaan pelecehan yang lebih awal masuk.
"Jadi, misalnya saya dituduh mencuri ini lagi diproses polisi, tapi tiba-tiba saya enggak terima, saya laporkan pencemaran nama baik, boleh enggak? Kan ini belum selesai masalah yang satu," ujar Yusri di Jakarta, dikutip Sabtu (11/9/2021).
"Kecuali kalau memang nanti misalnya dia lanjut dan diputuskan bersalah, ya berarti laporan itu kan gimana mungkin melaporkan pencemaran nama baik, karena sudah bersalah. Kalau diputuskan tidak bersalah, baru bisa kasus itu ditindaklanjuti. Ternyata sementara berjalan tidak bisa dibuktikan, SP3, itu baru bisa," kata Yusri, menambahkan.
Sebelumnya, lima terduga pelaku pelecehan seksual dan penindasan karyawan KPI berencana membuat laporan balik kepada MS.
Selain melaporkan balik, pihaknya juga bakal melaporkan sejumlah akun media sosial yang telah melakukan bullying terhadap terlapor bersama keluarganya.
Kuasa hukum RE alias RT dan EO, Tegar Putuhena, mengatakan, informasi yang disebar oleh MS dan pemberitaan di media memicu terjadinya perundungan yang terjadi kepada terlapor hingga merebak ke keluarga mereka. [dhn]