WahanaNews.co, Jakarta - Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, menyatakan rasa keingintahuan yang besar terkait sosok Kapolda yang akan dijadikan saksi oleh Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ke Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pemilu 2024.
Kapolri menyatakan bahwa ia tidak memiliki masalah dan bersedia memberikan izin jika Kapolda tersebut akan menjadi saksi TPN, asalkan prosedur yang benar diikuti dan bukti-bukti yang kuat disediakan.
Baca Juga:
Kapolda Kaltara Lakukan Silaturahmi Strategis dengan Kepala BPKP Provinsi Kaltara
"Ya kalau memang benar-benar ada ya boleh-boleh saja, tapi kan harus ada buktinya. Ya nanti kita lihat, Kapolda ini siapa, kan harus bisa dibuktikan," kata Sigit, melansir Warta Kota.
Setelah memimpin Rapat Koordinasi Pemantauan Perkembangan Situasi Pasca Pemungutan Suara dan Antisipasi Penetapan Hasil Suara Pemilu 2024 di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Jumat (15/3/2024), Sigit menyampaikan hal tersebut.
Kemudian, awak media menanyakan apakah telah ada komunikasi dengan Kapolda tersebut atau belum.
Baca Juga:
Kapolri Naikkan Pangkat 16 Pati, Berikut Daftarnya
Namun, Sigit justru mengungkapkan bahwa ia masih menunggu untuk mengetahui siapa Kapolda yang dimaksud.
"Lha, saya justru menunggu namanya siapa," kata Sigit.
Namun, ia menegaskan apabila ada anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran dalam proses Pemilu 2024 maka akan diproses.
"Tentunya posisi kami apalagi terkait dengan isu saksi dari kapolda dan sebagainya, ya kita tunggu saja," kata Sigit.
"Apabila memang betul ada, melanggar, ya kita proses. Namun kalau memang tidak ada, kita tunggu saja seluruh hasil, dan semoga seluruh tahapan baik KPU, MK dan pengumuman resmi semuanya dapat berjalan dengan baik dan hasilnya dapat diterima masyarakat," sambung dia.
Sigit juga menegaskan pihaknya terus memantau setiap tahapan penghitungan suara baik dari level PPK hingga KPU setiap hari.
Ia mengatakan semua pihak mendorong untuk bisa tepat waktu.
"Tentunya selesai dari perhitungan tersebut, ada mekanisme selanjutnya terhadap yang tidak puas dengan hasil yang kemudian dibuka ruang untuk mengajukan gugatan ke KPU baik sengketa yang membahas tentang pilpres maupun yang membahas tentang pileg," kata Sigit.
"Tentunya berbagai macam isu, akan dibawa dan ruang itu dibuka di MK. Namun demikian tentunya semuanya harus membawa bukti, dan saya kira itu mekanisme yang sudah diatur di MK," sambung dia.
Saksi Kapolda
Sebelumnya, Wakil Deputi Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat, secara tegas menyebut pihaknya akan membawa sejumlah bukti dan beberapa saksi ke MK untuk membuktikan dugaan kecurangan Pilpres 2024.
Dia mengatakan dari beberapa saksi yang akan dibawa satu di antaranya dari pihak kepolisian.
"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara yang sangat lebar seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain," kata Henry dalam keterangan tertulisnya kepada awak media pada Senin (11/3/2024).
Henry mengatakan hal itu untuk membuktikan dugaan adanya mobilisasi kekuasaan dengan pengerahan aparatur negara.
Namun demikian, Henry tidak membeberkan siapa sosok polisi yang akan diajukan TPN Ganjar-Mahfud ke MK nantinya.
Akan tetapi ia mengatakan jabatan dari polisi yang akan diajukannya adalah Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda).
"Dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot," kata Henry.
ISESS minta kejelasan
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto meminta isu soal seorang Kapolda akan dijadikan saksi oleh TPN Ganjar-Mahfud dalam gugatan Pilpres 2024 diperjelas.
Bambang mengatakan jika memang disebut ada kecurangan Pemilu, harus diperjelas siapa pelaku dan keterlibatan aparat hingga seorang Kapolda direncanakan akan menjadi saksi.
"Kecurangan Pemilu yang dimaksud seperti apa? Siapa pelaku kecurangannya? Apakah terkait keterlibatan aparat atau bagaimana?" kata Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (14/3/2024).
"Meskipun bisa jadi kesaksian itu benar, tentu akan semakin menjadi preseden buruk terkait netralitas Polri. Menarik-narik aparat kepolisian dalam ranah politik tentu tak elok untuk iklim demokrasi," sambungnya.
Menurutnya, seorang Kapolda tentunya menjadi representasi institusi Polri di daerah tertentu.
Namun, hingga saat ini kubu TPN Ganjar-Mahfud belum mengungkap siapa sosok Kapolda yang akan dijadikan saksi tersebut.
"Belum lagi terkait dengan peraturan bahwa anggota kepolisian yang menjadi saksi harus mendapat izin dari atasannya," ungkapnya.
Dia pun menyinggung soal adanya sengketa Pilkada kabupaten Memberamo Raya, Papua pada 2016 lalu yang ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dalih bahwa dalam Peraturan MK, seorang anggota polisi bukanlah saksi.
"PDIP sebaiknya melaporkan lebih dulu kasusnya. Bila bukti-buktinya kuat, keberadaan saksi hanya untuk memperkuat," tuturnya.
"Di sisi lain, semua orang sama di depan hukum. Meskipun izin dari atasan secara formal tetap harus ada, tetapi secara pribadi siapapun wajib bersedia menjadi saksi bila dipanggil pengadilan," jelasnya.
Kubu Prabowo tak gentar
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tak gentar mendengar rencana TPN Ganjar-Mahfud membawa seorang Kapolda untuk dijadikan saksi dalam gugatan pemilihan presiden (pilpres).
Wakil Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra, mempersilakan sosok Kapolda itu memberikan kesaksian di MK nanti.
"Ya silakan aja datang ke sana," kata Yusril ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/3/2024).
"Jadi kalau sekiranya ini sidang benar-benar terjadi, kita tidak terlalu khawatir karena scope ruang lingkup Kapolda kan bisa dibuktikan," imbuhnya.
Ahli hukum Tata Negara tersebut menjelaskan bahwa Kapolda hanya memiliki wewenang di dalam satu provinsi.
Sementara itu, untuk meraih kemenangan dalam pemilihan presiden 2024, diperlukan keunggulan 50 persen plus satu dari total provinsi di Indonesia. Dengan kata lain, diperlukan keunggulan di 20 provinsi.
Menurutnya, meskipun saksi dari Kapolda yang dihadirkan oleh TPN dapat membuktikan adanya kecurangan, namun hal tersebut tidak dapat membatalkan hasil di wilayah lain.
"Indonesia terdiri dari 38 provinsi, dimana diperlukan kemenangan di setengah plus satu provinsi, sementara Kapolda hanya bertanggung jawab di satu provinsi," katanya.
"Jika ia mengungkap adanya kecurangan, penggunaan kekerasan, atau hal lain di wilayah di mana ia menjabat sebagai Kapolda, apakah itu bisa mempengaruhi hasil di 38 provinsi lainnya? Itu sangat sederhana," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]