WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menguraikan masalah yang timbul dalam konflik lahan antara BP Batam dan penduduk di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Awal mula masalah ini muncul ketika pemerintah mengundang investor untuk melakukan investasi di pulau-pulau terluar Indonesia, termasuk Pulau Rempang.
“Jadi di (Pulau) Rempang itu begini. Pada tahun 2001 pemerintah membuat pengumuman, ini 2001 ya, membuat pengumuman, 2002 juga diumumkan, siapa yang mau berinvestasi di pulau-pulau terluar, pulau yang kecil-kecil,” jelas Mahfud,
Baca Juga:
Menko Polhukam Pastikan Layanan PDNS 2 Kembali Normal Bulan Ini
Hal itu dijabarkan Mahfud dalam acara "Ngaji Politik Kebangsaan Menko Polhukam RI bersama Pengasuh Pondok Pesantren se-wilayah Mataraman Jawa Timur" di Pondok Pesantren Mojosari, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Jumat (15/9/2023) sore.
Menurut Mahfud, saat itu pemerintah mengundang investor karena melihat banyak pulau terluar yang potensinya belum tergarap secara maksimal.
“Karena itu (pulau-pulau terluar) tidak dimanfaatkan, ada penduduknya tapi tidak produktif, siapa yang mau berinvestasi menjadi daerah industri, daerah wisata atau apa,” sebut Mahfud.
Baca Juga:
Satgas dan Menkominfo harus Didukung untuk Berantas Judi Online
Melansir Kompas, Mahfud mengungkapkan , tidak ada investor yang melirik tawaran pemerintah tersebut. Hingga akhirnya ada pihak swasta yang berminat berinvestasi, yakni PT Makmur Elok Graha yang berencana membangun kawasan Rempang Eco City.
“(Tahun) 2004 ada pengembang yang mau mengeluarkan uang Rp 381 triliun, di tahun 2004, kontrak dengan pemerintah daerah, selesai, kelar,” bebernya.
Namun rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City itu tak langsung digarap di tahun itu juga.
Setelah itu, pemerintah daerah setempat malah mempersilakan pengembang-pengambang baru masuk ke Pulau Rempang.
“Ketika tanah yang sudah dikontrak (PT Makmur Elok Graha) ini tidak diurus, masuk pengembang-pengambang baru diberi izin oleh gubernur dan wali kota. Padahal ini sudah milik orang,” ujar Mahfud.
“Nah, sekarang orangnya (PT Makmur Elok Graha) sudah kembali, ini dikosongkan. Itu yang terjadi keributan, Saudara, itu yang terjadi keributan sekarang ini,” lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Mahfud menjelaskan bahwa sebenarnya penduduk lokal di Pulau Rempang tidak memiliki masalah dengan rencana pembangunan Rempang Eco City.
Menurut Mahfud, yang menentang rencana pembangunan ini adalah orang-orang dari luar Pulau Rempang.
"Siapa yang melakukan protes? Bukan warga Pulau Rempang," katanya.
"Para penduduk Pulau Rempang, dalam sebuah pulau terpencil yang sebelumnya tidak memiliki sumber penghidupan ekonomi, oleh pemerintah diberikan tanah seluas 500 meter persegi, rumah berukuran 45 meter persegi, serta uang tunggu sebesar Rp 1,2 juta, dan uang sewa rumah sebelum rumah mereka selesai dibangun sebesar Rp 1,2 juta. Mereka menerima hal ini. Yang melakukan demonstrasi adalah orang-orang dari luar," bebernya.
Bentrokan kemudian terjadi antara warga dan aparat gabungan TNI, Polri, dan Ditpam BP Batam pada tanggal 7 September 2023 yang lalu. Gesekan ini terjadi sebagai dampak dari sengketa lahan di Pulau Rempang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]