WahanaNews.co, Bandung - Sebanyak 300 lebih warga masih memperjuangkan lahan yang ditinggalinya selama puluhan tahun hingga mendapatkan represifitas aparat. Sengketa lahan di Dago Elos, Bandung tak kunjung tuntas.
Pada Senin (14/8/2023), empat perwakilan warga mendatangi Polrestabes Bandung untuk melaporkan dugaan penipuan sertifikat tanah yang dilakukan oleh keluarga Muller bersama PT Dago Inti Graha.
Baca Juga:
Saat Iringan Jenazah Lukas Enembe Rusuh, Kapolda Papua Jadi Sasaran Amuk Massa
Melansir CNNIndonesia.com, Rabu (16/8/2023), warga menyebut laporan itu ditolak. Tak terima, mereka pun menggelar aksi. Namun, aksi itu berujung ricuh karena aparat yang dikerahkan menyemprotkan gas air mata hingga masuk ke dalam pemukiman warga.
Kasus ini bermula ketika keluarga Muller yang terdiri dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Supendi Muller mengklaim lahan yang ditinggali warga adalah milik mereka. Keluarga Muller mengklaim lahan itu dengan menggunakan Eigendom Verponding.
Mahkamah Agung dalam Putusan No. 34 K/TUN/2007 menjelaskan istilah eigendom verponding digunakan untuk menunjuk suatu hak milik terhadap suatu tanah. Eigendom awalnya diatur dalam Pasal 570 KUHPerdata. Namun telah dinyatakan dicabut oleh UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Baca Juga:
Penganiayaan dan Penjarahan di Pasar Kutabumi Tangerang, Puluhan Pedagang Luka-luka
Singkat cerita, Tim Advokasi Dago Elos mengungkapkan keluarga Muller mengurus Surat Pernyataan Ahli Waris (PAW) ke Pengadilan Agama Cimahi pada 2014 silam. PA Cimahi kemudian menetapkan ahli waris itu kepada mereka dengan mengeluarkan penetapan ahli waris bernomor 687/pdt.p/2013.
Dalam PAW tersebut disebutkan Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller adalah kerabat dari Ratu Wilhelmina Belanda yang ditugaskan di Indonesia. Dengan PAW itu, keluarga Muller kemudian menggugat warga agar bisa menguasai lahan.
Adapun tanah yang diklaim yakni tanah seluas 6,3 hektare (ha) itu terbagi tiga Verponding: nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780 meter persegi.
Dalam UUPA memang pihak yang mengklaim mewarisi tanah peninggalan keluarganya dari barat bisa dikonversi dan menjadi hak miliknya (Eigendom Verponding). Namun, konversi tanah Eigendom Verponding hanya bisa dilakukan sampai 1980.
Berbekal dokumen tersebut, keluarga Muller menggugat warga di Pengadilan Negeri Kota Bandung pada 2016 atau 40 tahun setelah tenggat konversi. Kemudian, mereka juga menjalani banding di Pengadilan Tinggi (2017).
Keluarga Muller memberikan kuasa kepada kuasa hukum dari PT Dago Intigraha (sebagai penggugat IV). Melalui PT Dago Intigraha, keluarga Muller menggugat warga Dago Elos yang terdiri dari 335 orang yang tinggal di Kampung Cirapuhan dan Dago Elos RW 1, RW 2, dan RW 3.
Mereka juga maju sampai tingkat kasasi. Namun, mereka kalah dengan keluarnya Putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019. Dalam putusan itu, pengadilan menyatakan tenggat waktu konversi Eigendom Verponding sudah berakhir.
Tak menyerah, Keluarga Muller melakukan Peninjauan kembali (PK). Pada tingkat itu, mereka memenangkan gugatan dan warga Dago Elos terancam diusir.
Warga Dago Elos dan tim kuasa hukumnya menganggap pengakuan tertulis dalam PAW yang menyebut Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller adalah 'kerabat dari Ratu Wilhelmina Belanda yang ditugaskan di Indonesia' tidaklah benar.
Mereka menganggap keluarga Muller telah memberikan keterangan tidak benar di depan hakim Pengadilan Agama Cimahi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung.
Oleh sebab itu, warga dan tim advokasinya melaporkan dugaan tindak pidana tersebut ke Polrestabes. Dalam laporan itu, warga mengaku membawa beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller, pada kenyataannya bukan orang yang ditugaskan Ratu Wilhelmina dari Belanda.
Tim advokasi menjelaskan keluarga Muller hanya orang yang ditunjuk oleh majikannya, seorang penyewa lahan (erpachter), untuk menjadi tenaga administratur di perkebunan Sindangwangi di wilayah Preanger.
"Karena alasan itu, warga hendak mengadukan perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh: Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller ke Polrestabes Bandung," ujar tim advokasi.
[Redaktur: Alpredo Gultom]