WahanaNews.co | Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra buka suara terkait alasan pemerintah Singapura menolak atau tidak mengizinkan Ustaz Abdul Somad (UAS) masuk ke wilayahnya.
Menurut Yusril, apapun alasan pemerintah Singapura tetap harus dihormati.
Baca Juga:
Sidang Praperadilan Firli Bahuri, Yusril Dihadirkan Jadi Ahli
UAS tidak diizinkan masuk oleh Pemerintah Singapura karena dinilai ceramahnya memuat ajaran-ajaran ekstremis dan segregasi.
"Apapun juga alasan yang dikemukakan Pemerintah Singapura tetap kita hormati. Negara itu berdaulat untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan warganegara lain masuk ke negaranya. Bahwa sebagian masyarakat kita di Indonesia tidak dapat menerima alasan tersebut, itupun harus dipahami karena sudut pandang yang berbeda," ujar Yusril dalam keterangannya, Kamis (19/5/2022).
Bagi sebagian masyarakat di Indonesia, kata Yusril, ucapan-ucapan UAS belum memenuhi unsur tindak pidana. Ucapan UAS dinilai masih dalam batas-batas kebebasan berpendapat dan menyatakan pikiran dalam konteks dakwah.
Baca Juga:
Usai Diusulkan Golkar Jadi Cawapres Prabowo, Gibran Sambangi Rumah Yusril
Karenanya, kata Yusril, aparat menganggap tidak ada alasan untuk mengambil langkah hukum terhadap ucapan-ucapan UAS.
"Bahwa Pemerintah Singapura punya penilaian lain atas ucapan-ucapan UAS, sehingga mereka berpendapat cukup alasan untuk menangkal UAS masuk ke negaranya, hal itu sepenuhnya menjadi hak Pemerintah Singapura," kata Yusril.
Salah satu pelajaran penting dari kasus UAS, kata Yusril adalah ucapan-ucapan figur publik seperti UAS dengan mudah dipantau oleh negara lain, memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Lalu negara tersebut menilai apakah ucapan-ucapan figur publik tersebut membawa manfaat atau mudharat bagi kepentingan nasional negara itu.
"Negara kita pun seharusnya melakukan hal yang sama. Ucapan-ucapan seorang figur publik di luar negeri yang selalu mengompori agar wilayah tertentu memisahkan diri dari NKRI seharusnya dipantau dengan seksama. Bilamana perlu, orang seperti itu, walaupun alasannya akademis atau pseudo akademis juga ditangkal untuk masuk ke Indonesia," ungkap Yusril.
Selain itu, kata Yusril, Pemerintah RI wajib memberikan perlindungan penuh dan melakukan pembelaan jika UAS dan warga negara Indonesia lainnya diperlakukan secara tidak wajar di negara lain.
Hal ini, kata dia berlaku bagi semua warga negara tanpa kecuali termasuk mereka yang mungkin berseberangan dengan Pemerintah, atau ucapan-ucapannya sering mengkritik pemerintah.
"Adalah kewajiban pemerintah melindungi setiap warga negara dari perlakuan tidak wajar di negara lain, walaupun orang itu berada pada posisi berseberangan dengan pemerintah," tegas Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Dengan alasan itulah, Yusril sebelumnya sudah menyarankan agar Kemenlu memanggil Dubes Singapura dan minta klarifikasi alasan mencekal UAS. Jika hal tersebut dilakukan Kemenlu, maka warganegara dan masyarakat Indonesia akan merasa aman dan dirinya merasa mendapat perlindungan dari Pemerintahnya.
"Apa yang terjadi adalah sebaliknya, KBRI Singapura yang justru mengirim nota diplomatik kepada Kemenlu Singapura. Padahal kita semua tahu, UAS baru berada si area imigrasi Singapura dan belum benar-benar masuk ke wilayah negara itu. Kita seperti tidak pandai menarik simpati rakyat kita sendiri. Padahal, menggapai dan mengambil hati rakyat adalah kunci dukungan rakyat kepada Pemerintah," jelas dia.
Menurut Yusril, akan lebih buruk keadaannya jika di pihak UAS dan pendukungnya menganggap pencegahan UAS masuk ke Singapura adalah permintaan dari pihak Indonesia sendiri.
Pemerintah Indonesia, kata Yusril tentu tidak akan bertindak senaif itu.
"Lagipula keuntungan apa yang didapat pemerintah dengan ditangkalnya UAS oleh Pemerintah Singapura? Tetapi, yang namanya politik, yang namanya publik opini, segala sesuatunya dapat saja diatur dan dipermainkan. Apalagi, di zaman kemajuan IT sekarang ini di mana peran media mainstream telah bergeser ke media sosial. Menyaring informasi bukan lagi masalah sederhana," kata Yusril. [rin]