WahanaNews.co | Bursa
capres atau cawapres Pilpres 2024 mulai menghangat kendati waktu pemilihan
masih lama. Salah satu yang memunculkan kadernya di bursa Pilpres 2024
mendatang adalah PDI Perjuangan (PDIP).
Baca Juga:
TKN Tantang Partai Banteng Tarik Semua Menterinya
Ketua DPP PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto mengatakan bahwa
Ketua DPR RI Puan Maharani akan diposisikan sebagai calon wakil presiden. Ia
mendorong nama Puan, siapa pun calon presiden yang diusung PDIP nanti di 2024.
Hal itu dikatakan Bambang dalam sebuah rekaman suaranya yang
beredar.
"Rumusnya, Puan Maharani teh botol sosro. Apapun
makanannya, minumnya teh botol sosro. Ya to? Siapa pun calon presidennya,
wakilnya PM (Puan Maharani)," kata Bambang dalam rekaman suara tersebut.
Baca Juga:
Jaga Etika dan Kehormatan, PDI-P Tegaskan Tak Pecat Jokowi
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan wacana Puan sebagai Cawapres menjadi
bekal transaksi politik bagi PDIP saat berhadapan dengan partai lain guna
melakukan koalisi di Pilpres 2024 mendatang.
"Tentu pengusungan Puan sebagai Cawapres menjadi
transaksi politik harga mati bagi PDIP bila ditawari berkoalisi dengan partai
lain," kata Wasisto.
Meski begitu, Wasisto menilai pencalonan Puan bakal menjadi
pertaruhan dan risiko tersendiri bagi PDIP. Salah satu yang disorot yakni soal
hasil survei yang menunjukkan elektabilitas perempuan yang juga tercatat
sebagai Ketua DPP PDIP itu masih rendah dan stagnan.
Wasisto menilai kondisi demikian menjadi tantangan sendiri
bagi PDIP dalam menyodorkan kandidat. Sebab, partai-partai lain pasti memilih
pasangan capres-cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi.
Sejumlah survei capres belakangan ini menempatkan Puan masih
memiliki elektabilitas yang rendah dan stagnan. Survei Y-Publica misalnya menunjukkan
Puan ada di posisi ke-12 dengan 0,7 persen. Pada survei capres perempuan versi
Akar Rumput Strategic Consulting (ASRC), Puan hanya meraih posisi kelima dengan
4,01 persen.
Baru-baru ini, survei terbaru Parameter Politik Indonesia,
menempatkan Puan di posisi ke-12 dengan elektabilitas 1,7 persen.
"Saya pikir PDIP juga menyadari bahwa elektabilitas
Puan yang masih rendah hingga saat ini jadi alasan untuk diplot sebagai
cawapres. Selain itu bisa jadi itu bagian dari upaya imitasi politik Puan untuk
meniru ibunya, Megawati [Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri], yang dulu
sebelum jadi presiden itu menjadi wapres dulu," kata Wasisto.
Sebagai informasi, Megawati yang semula wakil presiden naik
jabatan menjadi Presiden kelima RI pada 2001 silam setelah Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) dimakzulkan MPR RI.
Meski demikian, Wasisto menilai Puan masih memiliki
kesempatan besar untuk menaikkan elektabilitas personal sebelum 'gong' Pilpres
2024 ditabuh. Terlebih, kini Puan masih memiliki jabatan sebagai Ketua DPR RI.
Lewat jabatan tersebut, kata dia, Puan bisa memanfaatkan
sering tampil di media massa atau turun ke bawah ketika kunjungan kerja di masa
reses.
"Salah satu kendala lain mungkin adalah masih kentalnya
kultur patriarki dalam politik Indonesia sehingga hanya sebagian kecil politisi
perempuan yang bisa menduduki posisi puncak," kata Wasisto.
Selain itu, Wasis menilai risiko politik lain yang akan diterima
PDIP dari pencalonan Puan yakni cibiran publik tentang perubahan citra partai
tersebut.
"Dari yang awalnya sebagai 'Partainya Wong Cilik' tapi
kini mulai bergeser jadi 'Partai Keluarga/Dinasti' seiring dengan mengencangnya
dominasi Puan," nilai Wasisto.
Kemudian untuk risiko-risiko lain, salah satu di antaranya
Wasisto memprediksi akan ada kader-kader potensial yang mengundurkan diri
sebagai kader imbas pencalonan tersebut. Hal itu, katanya, tak lepas dari
perubahan pola kaderisasi.
Ia mengatakan sebelumnya PDIP dari awalnya membuka peluang
kader-kader potensial yang berjuang dari bawah, kini menjadi kaderisasi
terbatas.
Ia mencontohkan nama-nama besar seperti Joko Widodo (Jokowi),
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, hingga Menteri Sosial Tri Rismaharini
merupakan hasil kaderisasi PDIP yang berjenjang dari bawah.
"Tentu dengan majunya Puan seolah berseberangan dengan
jenjang kaderisasi politik itu," kata Wasisto.
Terpisah, Puan sendiri mengklaim tak pernah membisiki Ketua
Umum PDIP sekaligus ibunya, Megawati Soekarnoputri terkait keputusan partai. Ia
mengaku mengikuti setiap keputusan yang telah dibuat Megawati. Hal itu
dikatakan Puan saat menceritakan pengalamannya dalam memenangkan PDIP dan Joko
Widodo pada Pemilu 2014 dan 2019.
"Saya enggak pernah bisikin ketua umum untuk urusan
partai, beliau adalah ketua umum saya untuk urusan partai. Kalau Bu Mega sudah
putuskan, saya ikut," kata Puan dalam acara PDIP di Manado, Sulawesi
Utara, Senin (7/6). [qnt]