Ia menambahkan bahwa rel kereta cepat dibangun di atas lahan yang sebelumnya merupakan bagian dari habitat alami satwa seperti biawak, dan mereka tidak mengenal batas-batas konstruksi yang dibuat manusia.
"Bisa jadi, malah kemungkinan besar iya. Biawak itu termasuk hewan yang punya teritori. Kalau rel dibangun di bekas habitat atau jalur jelajah mereka, ya mereka tetap bakal lewat situ. Mereka nggak ngerti batas proyek atau pagar KCIC. Buat mereka, itu masih rumahnya yang dulu," jelasnya.
Baca Juga:
Tak Sekadar Rapi, Menyisir Bulu Kucing Bisa Deteksi Penyakit Sejak Dini
Walaupun biawak belum masuk dalam daftar satwa yang dilindungi, Herlina menegaskan bahwa perannya dalam ekosistem tetap penting, terutama sebagai pengendali populasi hama dan pemangsa bangkai.
"Meski belum dilindungi, bukan berarti populasinya aman-aman aja. Tekanan habitat, polusi, dan konflik dengan manusia bikin jumlahnya makin terdesak di beberapa daerah," terangnya.
Lebih lanjut, Herlina mendesak agar KCIC menyusun strategi mitigasi lingkungan secara serius dan menyeluruh, bukan hanya mengutamakan aspek teknologi dan kecepatan kereta.
Baca Juga:
Kompolnas Sebut Penyebab Kematian Diplomat Kemlu Sudah Jelas, Tinggal Diumumkan
"Misalnya bikin pagar yang beneran aman, sistem monitoring satwa (pakai kamera jebak, sensor gerak, atau drone), dan bekerja sama dengan ahli ekologi buat bikin koridor satwa atau jalur penyeberangan khusus," ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya keterbukaan informasi dari pihak pengelola proyek setiap kali insiden semacam ini terjadi. "Kalau ada kejadian kayak gini, jangan dianggap sepele. Karena kalau terus dibiarkan, bisa bahaya buat dua-duanya, penumpang dan satwanya," pungkas Herlina.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]