WAHANANEWS.CO, Surabaya - Transformasi mengejutkan terjadi di tengah hiruk-pikuk Surabaya.
Sosok Umar Patek, yang dulunya dikenal sebagai salah satu buronan paling dicari di Asia Tenggara karena keterlibatannya dalam tragedi Bom Bali, kini muncul di hadapan publik dalam wujud yang sama sekali berbeda.
Baca Juga:
Mendagri Beberkan Modus Pendanaan Teroris di Indonesia
Tak lagi membahas ideologi kekerasan, pria ini kini meracik kopi, memotret serangga, dan bicara soal keberagaman.
Suasana malam itu terasa begitu simbolis, seolah menyiratkan bahwa setiap manusia, betapapun kelam masa lalunya, berhak atas kesempatan kedua.
Tangan Umar Patek tak berhenti bersalaman dengan puluhan tamu yang datang. Senyum ramahnya menyambut siapa pun yang menghampiri.
Baca Juga:
Berikut Sejumlah Eksekusi Mati yang Terjadi di Indonesia, No 3 Pernah Gemparkan Dunia
Di sebuah restoran berdesain gelap bernama Hedon Estate, suasana mewah membalut perhelatan peluncuran ‘Kopi Ramu’, produk racikan tangan dingin sang mantan napiter.
Para tamu duduk sembari mencicipi kopi. Grand launching ‘Kopi Ramu’ menjadi panggung pembuktian bahwa Patek sedang menapaki jalan baru.
Hadir pula Komjen Marthinus Hukom, mantan Kepala Densus 88 yang dulu memburu Patek, serta pengusaha drg David Andreasmito yang kini menjadi mentornya dalam dunia bisnis.
Malam itu, Patek tiba-tiba muncul dari lantai dua. Mengenakan kemeja putih, celana hitam, apron barista, dan sepatu sport, ia disambut tepuk tangan para tamu.
Patek lalu bercerita tentang masa-masa suram usai bebas bersyarat dari Lapas Porong pada Desember 2022.
"Sejak saya bebas dari penjara 7 Desember 2022, saya luntang-lantung mencari kerja kesana kemari tidak ada yang mau menerima saya," ujar Patek, melansir CNN Indonesia.
Nama Patek memang tak bisa dilepaskan dari Jamaah Islamiyah dan tragedi Bom Bali yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Setelah buron bertahun-tahun dan ditangkap di Abbottabad, Pakistan pada 2011, ia akhirnya diekstradisi dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.
Namun setelah menjalani lebih dari satu dekade masa hukuman, Patek dinyatakan bebas bersyarat karena menunjukkan perubahan sikap.
"Tapi stigma [eks napiter] itu terus melekat," tambahnya.
Awal 2023, drg David Andreasmito menghubungi Patek, menawarkan bantuan. David datang ke rumah Patek di Porong, dan mencicipi kopi rempah racikan khas ibunya. Ia langsung jatuh hati.
“Saya suguhi kopi dan disitulah beliau merasa suka dan menyuruh saya buatkan kopi yang seperti ini,” ujar Patek menirukan ajakan David untuk menjualnya di kafe miliknya.
Namun Patek sempat menolak, khawatir nama buruknya justru merugikan bisnis David.
“Saya waktu itu menolak, terus menolak... saya khawatir bisnisnya dia jatuh atau dimusuhi karena menerima saya yang mantan teroris,” ucapnya jujur.
Namun, berkat keyakinan David dan tekad Patek untuk berubah, mereka meluncurkan empat varian: kopi rempah, kopi signature, kopi tubruk, dan kopi ijen.
“Kata ‘Ramu’ itu kalau dibaca dari belakang jadi ‘Umar’. Dulu saya meramu bom, sekarang saya meramu kopi,” katanya sambil tersenyum.
Tak hanya itu, Patek juga menekuni fotografi makro. Ia tertarik sejak menyimak liputan CNN Indonesia tentang seni berburu foto serangga saat masih di penjara. Selepas bebas, ia membeli lensa bongkaran dan belajar memotret kupu-kupu, laba-laba, dan katak.
“Saya memotret ini malam hari di hutan Baturraden... saya menginap di rumah sahabat saya yang [beragama] Nasrani,” ujarnya. Dari komunitas itu, Patek mengaku belajar soal keberagaman.
"Saya sudah tidak melihat batas agama, ras, suku, semua saya lalui. Mereka sangat baik menerima saya. Mentor saya seorang Nasrani, tapi dia tidak memandang masa lalu saya," tuturnya.
Komjen Marthinus Hukom turut menyampaikan kekagumannya terhadap perubahan Patek.
"Umar Patek ini saya kenal saat jadi buron Bom Bali 2002. Dulu kepalanya dibanderol Rp10 miliar. Tapi hari ini, kita melihat seorang Umar Patek yang baik," ujarnya.
Marthinus bahkan menyebut para eks napiter kini berjuang dalam hal berbeda: menegakkan nilai-nilai kemanusiaan dan cinta kasih.
Sementara David, sang mentor, juga menyatakan keyakinannya akan perubahan Patek.
"Saat pertama kali saya melihat sorot matanya, saya sempat takut. Tapi dia selalu menolak uang saya dan berkata, 'kasih saya pekerjaan'. Dia bisa jadi orang baik," katanya.
David bahkan mengirim Patek belajar metode roasting kopi ke Bondowoso.
"Dia lebih dulu mencintai saya. Dia tahu saya Kristen, tapi dia tetap mau dekat dengan saya, bukan karena uang. Itu yang membuat saya bahagia," kata David.
Salah satu momen paling emosional malam itu terjadi saat Chusnul Chotimah, penyintas Bom Bali 2002, hadir dan menatap langsung wajah Patek.
"Alhamdulillah, bapak sekarang diberi rezeki sama Allah. Tapi kami... kami sebenarnya sulit memaafkan," ujar Chusnul dengan suara bergetar.
Meski hidupnya berat setelah mengalami luka bakar 70 persen dan menjalani banyak operasi, Chusnul akhirnya mau memaafkan.
"Saya berharap jika bapak berhasil, tolong intip kehidupan kami, bantu anak-anak kami, bukan dengan uang, tapi dengan pekerjaan," pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]