WAHANANEWS.CO, Lebak - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan bahwa hingga saat ini, sekitar 60 persen produk pariwisata Indonesia berbasis budaya, termasuk di dalamnya kearifan lokal, yang menjadikan pariwisata Indonesia sangat dihormati di mata dunia.
"Kita hingga kini kekayaan budaya itu masih dijaga, dilestarikan dan dipelihara," ujar Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hariyanto, dalam acara Perayaan Seba Baduy yang berlangsung di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Jumat (2/5/2025).
Baca Juga:
Pengembangan Desa Wisata di Rejang Lebong Masih Gunakan Anggaran Mandiri Desa
Hariyanto menambahkan, kontribusi pariwisata Indonesia sebagian besar berasal dari kekayaan budaya dan kearifan lokal.
Sisanya terbagi ke dalam 35 persen kekayaan alam seperti pulau dan laut, dan lima persen wisata buatan. Ia menekankan pentingnya pelestarian budaya sebagai penopang utama sektor pariwisata.
Ia mencontohkan bahwa Perayaan Seba oleh masyarakat Baduy merupakan salah satu bentuk nyata dari kekuatan produk pariwisata berbasis budaya.
Baca Juga:
Menpar Apresiasi Puteri Indonesia Pariwisata 2024 Raih Gelar ‘Miss Cosmo 2024’
"Perayaan Seba itu bukan hanya dijadikan tontonan, tetapi memiliki makna untuk mengingatkan kepada masyarakat agar menjaga dan melestarikan alam," katanya.
Dalam agenda tersebut, para tetua Baduy juga rutin menyampaikan pesan kepada pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian alam.
"Tetua masyarakat Baduy selalu mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk menjaga 53 gunung di Kabupaten Lebak agar tidak rusak," tambahnya.
Hariyanto juga menyampaikan apresiasi atas kontribusi besar masyarakat Baduy dalam menjaga dan merawat lingkungan.
"Kami berharap Perayaan Seba yang dilaksanakan masyarakat Baduy merupakan nilai-nilai budaya yang harus dijaga, dirawat dan dipelihara karena bisa mendatangkan wisatawan," ungkapnya.
Sementara itu, Tetua Adat Baduy Tanggungan 12, Djaro Saidi Putra, menegaskan bahwa masyarakat Baduy terus berkomitmen dalam memelihara nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satunya adalah melalui tradisi Seba, yang berfungsi mempererat hubungan harmonis antara masyarakat Baduy dan pemerintah daerah.
Perayaan Seba 2025 sendiri diikuti oleh 1.769 peserta, terdiri dari kelompok Baduy Luar yang mengenakan pakaian hitam dan ikat kepala biru (lomar), serta sekitar 100 orang Baduy Dalam yang tampil dengan pakaian putih dan lomar putih.
Setiap tahunnya, masyarakat Baduy menggelar Seba sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen, yang kemudian diserahkan kepada kepala daerah.
"Kami berharap masyarakat Baduy yang bercocok tanam di ladang dapat hidup sejahtera dengan peningkatan ekonomi," ujar Djaro Saidi Putra.
Bupati Lebak, Mochamad Hasbi Asyidiki, dalam kesempatan yang sama menyampaikan dukungannya terhadap pelestarian budaya Baduy.
Ia menyebutkan bahwa Seba merupakan simbol dari nilai-nilai sosial yang luhur.
"Perayaan Seba itu diharapkan terwujudnya saling tolong menolong dan saling membantu di tengah kehidupan masyarakat," katanya.
Rangkaian acara Seba dimulai setelah masyarakat Baduy Dalam menjalani masa Kawalu, yaitu periode menyepi selama tiga bulan.
Setelahnya, mereka berjalan kaki puluhan kilometer dari Kanekes menuju pusat pemerintahan di Rangkasbitung, bahkan hingga ke Serang, sambil membawa hasil bumi seperti pisang, gula aren, talas, dan padi.
Mereka disambut secara resmi oleh pejabat pemerintah dengan prosesi upacara dan pertunjukan budaya khas Banten.
Seba juga mengandung tiga nilai utama: pertama, kesederhanaan, yang tercermin dari penolakan terhadap kendaraan modern; kedua, keteguhan terhadap adat, yang dijalankan secara konsisten sesuai tradisi leluhur; dan ketiga, kerukunan, karena perayaan ini turut mempererat hubungan antarwarga Baduy serta masyarakat luar.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]