AH Nasution menilai mosi yang diberikan terlalu intervensi terhadap masalah TNI. Tepat 17 Oktober 1952 itu, Nasution bersama 30.000 demonstran unjuk rasa di Istana Merdeka.
Tank, meriam, dan persenjataan artileri dihadapkan ke Istana. Mereka mendesak agar parlemen dibubarkan dan konflik dalam tubuh militer segera diakhiri.
Baca Juga:
Letjen TB Simatupang dan DR Liberty Manik, Diantara 10 Putra Terbaik Sidikalang Dairi
Pada tahun 1953, Presiden Soekarno mengurangi wewenang Simatupang di Angkatan Darat dan menghapus jabatan KSAP (saat ini Panglima TNI ).
Hal itu lantaran perbedaan pandangan mengenai pembubaran parlemen (DPRS) pada 17 Oktober 1952.
Selain itu, Simatupang dinilai pro gerakan 17 Oktober dan melakukan ‘setengah kudeta’ terhadap Soekarno.
Baca Juga:
Hari Ini Dalam Sejarah, Lahirnya Pahlawan Nasional dari Dairi
Setahun kemudian, Simatupang diangkat sebagai Penasihat Militer di Departemen Pertahanan RI. Pada 21 Juli 1959, Simatupang mengundurkan diri dari dinas kemiliteran dan memilih aktif dalam kegiatan gereja dan menulis buku.
Melalui tulisan, ia membekali perwira-perwira di sekolah militer. Buku pertama yang ia tulis adalah 'Laporan dari Banaran'. Buku ini mengisahkan tentang perannya dalam Revolusi Kemerdekaan.
TB Simatupang meninggal pada tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan.