WahanaNews.co, Jakarta - Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) mengusulkan larangan bagi masyarakat untuk pergi ibadah haji lebih dari satu kali.
Ia bahkan menyinggung orang yang pergi haji lebih dari sekali bisa berujung dosa sebab akan menghalangi orang lain yang seharusnya berkesempatan naik haji.
Baca Juga:
Antisipasi Puncak Arus Balik, Pemerintah Beri Izin ASN untuk WFH 16-17
Muhadjir juga berpendapat wacana pelarangan itu penting untuk memotong lamanya waktu antrean keberangkatan para calon jemaah guna menunaikan ibadah haji setiap tahunnya.
"Kalau dari secara syar'i itu kan tidak bertentangan, karena kalau wajib haji itu ya sekali saja seumur hidup. Kalau lebih dari sekali dan itu menghambat orang lain," kata Muhadjir melansir CNNIndonesia.com di Balai Sarbini, Jakarta Selatan, Sabtu (26/8).
"Malah bukan lagi wajib, malah bisa dosa itu," imbuhnya.
Baca Juga:
Sumber Bansos yang Dibagikan Jokowi Diungkap Muhadjir dan Airlangga
Muhadjir mengatakan saat ini wacana itu baru sebatas usulan, namun keberlanjutannya akan dibahas oleh Kementerian Agama. Ia juga memastikan wacana ini belum sampai pada pengajuan usulan kepada Presiden Joko Widodo.
"Karena baru kemarin saya lontarkan, termasuk untuk cek bagaimana respons publik. Tapi kan kalau nanti kita bagus ya [diteruskan]," ujar Muhadjir.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas sebelumnya juga mengaku tak bisa membantah bahwa kewajiban melaksanakan ibadah haji bagi umat Islam hanya dilakukan sekali seumur hidup.
"Kewajiban berhaji, benar apa yang disampaikan Pak Menko PMK, sekali seumur hidup," kata Yaqut kepada CNNIndonesia.com, Jumat (25/8/2023).
Kendati demikian, Yaqut tak menjawab dengan gamblang apakah akan melarang masyarakat Indonesia untuk melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali ke depannya.
Adapun sebelum itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya dalam rapat kerja nasional pada Maret 1984 juga telah merekomendasikan tentang kewajiban ibadah haji hanya sekali seumur hidup dan dengan syarat istitha'ah dalam arti yang luas.
[Redaktur: Alpredo Gultom]