Mellia melihat ada juga kecenderungan masyarakat untuk menyalahkan korban. Korban kerap diperlakukan secara tidak sesuai dan tidak dipercaya ketika mengakui bahwa mereka mengalami KDRT.
Untuk memutus mata rantai tersebut, masyarakat perlu menyadari bahwa pemahaman bahwa kekerasan adalah hal normal bukanlah pandangan yang tepat.
Baca Juga:
Sidang Kasus Polwan Bakar Suami di Mojokerto, Briptu FN Didakwa Pasal KDRT
Begitu pula dengan tidak bolehnya mencampuri urusan rumah tangga orang lain ketika ada kekerasan.
"Sebenarnya ketika sesuatu yang terjadi di lingkungan kita, ketika itu sudah mengancam jiwa, membahayakan diri sendiri ataupun orang lain, di saat itulah harus ada tindakan yang diambil oleh masyarakat," ujar Mellia.
Bertindak ketika mendapati tanda-tanda KDRT juga menunjukkan kepedulian masyarakat serta keinginan untuk membantu orang dan memecahkan masalah yang ada.
Baca Juga:
KDRT di Paser Kaltim, Suami Mutilasi Istri dan Tunjukin ke Tetangga
Mellia menambahkan, publik bisa mengajak orang lain dalam inisiatifnya, seperti dengan mengajak pihak berwenang, tokoh masyarakat, juga ketua RT dan RW agar tidak ada perbuatan main hakim sendiri.
Selain itu, publik juga dapat turut memperhatikan tanda-tanda kekerasan yang terjadi dalam suatu rumah tangga.
"Misalnya, bagaimana cara mereka berinteraksi, bagaimana mereka bersosialisasi di masyarakat, bagaimana pola-pola kehidupan yang terjadi," ujar Mellia.