Para penikmat sejarah telah menonjolkan warna-warni egoisme
sektoral daripada kepentingan bangsa sehingga muncul fanatisme buta
menghalalkan segala cara demi meraih kepentingan politik temporer insidental
tanpa menghiraukan keutuhan bangsa dan survival Negara Republik Indonesia yang
akan merayakan HUT Kemerdekaan ke 76 tahun ini.
Baca Juga:
Rayakan HUT RI, Relawan BUMN di Jembrana Gelar Upacara dan Berbagai Kegiatan Sosial
Turbulensi, Degradasi Jiwa Kebangsaan (Nasionalisme)
Indonesia semakin mencemaskan dan mengkhawatirkan dengan munculnya
karakter-karakter sebagaimana dikatakan ungkapan kearifan budaya (culture
wisdom), kearifan lokal (local wisdom) Batak Toba, "Patampak-tampak
hundul, Padua-dua pandohan" (Duduk bersama berlainan, berbeda, berselisih
pendapat).
Bahkan muncul karakter pengkhianat "Bulu pe so bulu,
Soban pe so soban, Musu pe so musu, Dongan pe so dongan. Santipul so anghupan,
Samponggol so donganan" (Musuh tak musuh, Kawan pun tak kawan, Tak bisa
dipercaya) karena sering bermuka dua, bermuka ganda, hipokrit, munafik dalam
berbangsa dan bernegara.
Baca Juga:
Peringati HUT RI ke-79, Kajari Gunungsitoli Bacakan Amanat Jaksa Agung
Jika diperhatikan munculnya "koalisi semu oposisi
setelah hati" yang dipertontonkan di panggung politik nasional sungguh
relevan dengan kearifan budaya, kearifan lokal Batak Toba mudah ditemukan dari
intrik dan manuver politik elite- elite politik yang lebih menonjolkan
kepentingan politik pribadi, kelompok, golongan dan partai politik dibanding
kepentingan bangsa dan negara.