Meski demikian, klaim dari hasil riset tersebut sering dikaitkan sebagai perilaku rasis terhadap etnis China. Sebab, faktanya di tahun-tahun itu MSG sedang populer di AS. Saking populernya, pada tahun 1969 Amerika Serikat memproduksi 58 juta pon MSG per tahun dan memasukkannya ke dalam berbagai makanan.
Baca Juga:
Pemkab Karo dan Forkopimda Peringati Hari Bela Negara ke-75, Tingkatkan Rasa Cinta Tanah Air
2. Penelitian MSG yang lebih akurat
Pada kenyataannya, banyak penelitian awal tentang MSG yang kurang akurat. Menurut sebuah studi tahun 2020, sebagian besar penelitian menunjukkan efek yang seharusnya berbahaya penuh dengan desain yang buruk dan ukuran sampel yang kecil.
Belakanga, banyak penelitian terkini mengungkap fakta yang berbeda dan jauh lebih positif seputar micin. Misalnya, Food and Drug Administration (FDA) telah menempatkan MSG dalam kategori "GRAS" alias "umumnya diakui aman" selama bertahun-tahun hingga sekarang.
Baca Juga:
Hadiri Perayaan Natal Oikoumene, Wabup Karo: Mari Kita Tingkatkan Rasa Keimanan
Menurut FDA, sains belum mampu secara konsisten memicu gejala buruk dari konsumsi MSG, bahkan pada orang yang mengaku memiliki sensitivitas MSG.
Sebuah tinjauan sistematis tahun 2016 dalam Journal of Headache Pain tidak menemukan korelasi antara makan makanan tinggi MSG dan berkembangnya sakit kepala. Meskipun ada beberapa klaim yang terdengar menakutkan bahwa MSG dapat menyebabkan kematian sel-sel otak, bukti ilmiah tidak menunjukkan hal tersebut.