Menanggapi uji materi ini, Kemenristekdikti menyatakan siap menghadapi permohonan uji materi Permenristekdikti yang terbit pada 22 Januari 2019 ini. Bahkan, Kemenristekdikti siap mempertahankan argumentasi yang dibangun saat menyusun Permenristekdikti 5/2019 ini.
Kemenristekdikti mengklaim penyusunan dan perumusan Permenristekdikti 5/2019 ini telah melalui prosedur yang berlaku. Bahkan, telah melibatkan banyak akademisi bergelar professor dari berbagai universitas negeri atau swasta.
Baca Juga:
Rahmansyah Siregar SH & Partners Berhasil Menangkan Gugatan Perkara Perdata Sengketa Lahan
Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada Kemenristekdikti Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng., mengaku tak ada khawatir sedikitpun menghadapi uji materi produk hukum yang dibuat Kemenristekditi ini.
Dia mempersilakan siapapun elemen masyarakat yang keberatan terhadap Permenristekdikti ini dengan melayangkan uji materi ke MA."Kita mempersilakan bila ada pihak-pihak yang merasa tidak sependapat dengan Permenristekdikti 5/2019 untuk 'menggugat' ke MA. Prinsipnya, pihak kementerian siap saja," ujar Patdono
"Mudah saja bagi kementerian untuk menugaskan mereka untuk membuat argumentasi dan sanggahan atas 'gugatan' KAI itu," ujarnya.Patdono menambahkan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat telah dimohonkan pengujian di MK pada 2016 lalu. Melalui Putusan MK No. 95/PUU-XV/2016 ditegaskan bahwa pendidikan profesi advokat diselenggarakan oleh organisasi advokat bekerja sama dengan perguruan tinggi yang minimal berakreditasi B.
Baca Juga:
Polisikan Advokat LBH Jogja, Pengacara Alumnus UII Buka Suara soal
Patdono melanjutkan Kemenristekdikti telah banyak memberi izin pendidikan profesi, seperti pendidikan profesi dokter, insinyur, advokat, kenotariatan, dan profesi lainnya."Semuanya caranya sama, ada kerja sama perguruan tinggi dengan organisasi profesi," lanjutnya.
Dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c Permenristekdikti 5/2019 disebutkan, "Program profesi advokat (PPA) dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama dengan organisasi advokat yang bertanggung jawab atas mutu pelayanan profesi."
Persoalannya, saat ini kalangan organisasi advokat hanya mengenal pendidikan khusus profesi advokat (PKPA), bukan PPA. (Rofiq Hidayat)