WahanaNews.co | Dua anggota kepolisian di Mabes Polri dan seorang warga sipil diduga melakukan pemerasan kepada WNA buronan Interpol asal Kanada, Stephane Gagnon (50) hingga mencapai Rp1 miliar.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, bahwa ada dua oknum polisi di Mabes Polri dan satu oknum sipil yang diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Divpropam) Polri.
Baca Juga:
Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata, KPK Sebut Bakal Verifikasi Laporan
"Iya ada dua oknum polisi dan satu oknum sipil yang diperiksa dan hasilnya kita belum tau," kata Kombes Satake, di Mapolda Bali, Senin (5/6/23).
Ia menyebutkan dua anggota polisi itu bukan dari personel Polda Bali tapi dari Mabes Polri dan satu oknum sipil itu juga berbasis kerja di Jakarta.
"Yang melakukan dari (polisi) di Mabes, tidak ada personel dari Bali. Itu, laporannya adalah oknum yang diduga di Mabes Polri dan warga sipil juga dari sana," imbuhnya.
Baca Juga:
Bandar Narkoba Andalkan Drone dan CCTV, Polres Jakut Bongkar Jaringan di Muara Bahari
Propam kini sedang melakukan penyelidikan apakah benar kedua anggota polisi tersebut telah melalukan pemerasan sebesar Rp1 miliar kepada buronan interpol asal Kanada.
"Ini masih akan dilakukan penyelidikan tentang kebenaran itu. Jadi pihak-pihak yang dilaporkan sekarang ini masih proses pemeriksaan oleh Propam Mabes Polri. Untuk pelaporannya hampir sama (pemerasan) Rp1 miliar. Tapi, masih dilakukan penyelidikan tentang kasus ini," sebutnya.
Ia pun menekankan, kedua anggota tersebut nantinya harus menjalani tahapan sanksi jika memang terbukti telah melakukan pemerasan.
"Intinya masih dilakukan pemeriksaan. Pasti nanti ada tahapannya dan prosesnya apa, kalau memang benar-benar terlibat, ada ditemukan indikasi yang dilaporkan ada prosesnya. Bisa proses hukum pidananya, bisa proses kode etik atau disiplin," ujarnya.
Penasihat hukum atau pengacara Stephane Gagnon (50), Parhur Dalimunthe, menyatakan bahwa kliennya diperas oleh oknum sipil yang memiliki relasi di Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Kepolisian Negara Republik Indonesia
Parhur mengatakan, sebelum kliennya ditangkap, empat pekan sebelumnya ada oknum sipil yang mengaku punya kenalan di Hubinter Kepolisian RI dan mengancam kliennya akan ditangkap jika tidak membayar sejumlah uang.
"Karena empat Minggu sebelumnya ada orang ngaku-ngaku bahwa dia punya kenalan di Hubinter dan punya kenalan di mana-mana dan menyatakan kalau tidak bayar sekian, kamu (kliennya) akan ditangkap empat Minggu lagi," kata Parhur saat mendatangi Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polda Bali, pada Minggu (4/6) sore.
Parhur mengaku punya bukti pemerasan tersebut dan oknum itu mengaku memiliki kenalan di Hubinter. Kliennya lantas mentransfer hampir Rp1 miliar ke orang tersebut karena diancam dan juga diperas.
"Ada semua buktinya. Dalam pertemuan sebelumnya setelah juga ada komunikasi-komunikasi yang ditunjukkan dengan oknum. Ada bukti transfer-transfer karena dia (kliennya) berkali-kali diancam dan berkali-kali diperas. Capek juga karena dia merasa bukan dia pelakunya ya sudah dikasih (uangnya)," ujarnya.
Parhur mengatakan kliennya memberikan uang kepada oknum itu dengan mentransfer beberapa kali pada Februari 2023 dengan total mencapai Rp1 miliar.
"Itu dia kasih pertama Rp 750 juta lalu Rp 150 juta dan Rp 100 juta. Jadi total hampir Rp1 miliar. Itu dikasih, oknum sipil lokal ini dan yang (mengaku) menghubungkan dengan aparat dan komunikasinya jelas dengan aparat," ujarnya.
Oknum sipil ini diduga merupakan makelar kasus atau markus dan setelah diberi hampir Rp1 miliar, dia meminta lagi ke klien-nya Rp3 miliar. Namun ketika tidak mau membayar, Stephane pun akhirnya ditangkap kepolisian.
"Setelah itu, diminta lagi ada Rp3 miliar. Karena ini sudah tidak benar dan diperas dan akhirnya dia (kliennya) tidak mau, dan benar ditangkap," ujarnya.[eta]