"Kayak
penanaman padi. Semua terkelola ada garis intruksinya, tidak jalan
sendiri-sendiri. Termasuk, pencegahan penyakit," ujar Dedi, dalam
keterangan persnya.
Ia pun
berencana mendatangi Direktur Perum Jasa Tirta 2 dan Menteri Kelautan dan
Perikanan untuk mendiskusikan permasalahan tersebut.
Baca Juga:
5 Hektar Lahan Kering Di Purwakarta Terbakar
Senada
dengan pernyataan Dinas Perikanan Purwakarta, Dedi menyebut kematian massal
ikan akibat gas beracun sisa pakan yang mengendap di bawah waduk.
Menurutnya,
sisa pakan ikan yang berubah menjadi gas beracun bergerak ke atas permukaan saat curah
hujan tinggi.
Pengelola
KJA biasanya tidak memberi pakan saat hujan turun terus menerus.
Baca Juga:
Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak di Montara, Luhut: Kita Akan Fight At All Cost
Alasannya,
saat perut ikan penuh dalam kondisi air dingin dengan kandungan oksigen yang
sedikit itu berpotensi menyebabkan kematian massal ikan.
"Seharusnya
pada Januari, Februari, Maret, keramba ikan (di Jatiluhur) itu
dikosongkan," ujar Dedi, menyarankan.
Kondisi
tersebut sebetulnya sudah banyak diketahui oleh para petani KJA Waduk Jatiluhur, tapi mereka masih berspekulasi untuk memperoleh
keuntungan lantaran harga ikan tengah tinggi.