WahanaNews.co | Kebijakan pemerintah yang membuka semua pintu masuk kedatangan dari mancanegara di tengah ancaman Covid-19 varian Omicron, dikritik anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani yang menilai kebijakan itu sangat aneh serta menunjukan inkonsistensi pemerintah dalam menanggapi varian Omicron.
"Pemerintah sendiri beberapa waktu yang lalu mengatakan bahwa puncak Omicron itu terjadi di awal Februari. Jika memang ada ancaman, seharusnya kebijakan lebih diperketat bukan malah dilonggarkan," Pemerintah sebaiknya membatalkan kebijakan tersebut. Kata Netty Jumat (14/1/2022) malam.
Baca Juga:
Kenali Perbedaan Varian Covid EG.5, Delta dan Omicron
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan agar jangan sampai Indonesia kembali dilanda 'tsunami' penyebaran Covid-19 yang terjadi beberapa waktu lalu akibat varian Delta.
Ia menuturkan, sistem dan fasilitas kesehatan yang kelabakan saat itu semestinya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah supaya tidak mengulang hal yang sama dan menyebabkan kasus kembali melonjak.
"Pemerintah harus membangun kesiapsiagaan dalam menghadapi Omicron baik di titik hulu, perilaku masyarakat, maupun di titik hilir yakni sarana prasarana serta fasilitas kesehatan," ujar dia.
Baca Juga:
Muncul Varian Covid-19 di Denmark dan Inggris, Masyarakat Diminta Waspada
Diberitakan, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memutuskan untuk meniadakan daftar 14 negara yang dilarang masuk ke Indonesia karena varian Omicron.
Dengan demikian, saat ini, pemerintah membuka pintu masuk kedatangan internasional bagi semua negara. Langkah ini diambil berdasarkan hasil keputusan bersama dalam rapat terbatas pada 10 Januari dan tertuang dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 No. 02 Tahun 2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri pada Masa Pandemi COVID-19.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menegaskan, keputusan ini diambil mengingat varian Omicron sudah meluas ke 150 dari total 195 negara di dunia (76 persen negara) per 10 Januari 2022.
“Jika pengaturan pembatasan daftar negara masih tetap ada maka akan menyulitkan pergerakan lintas negara yang masih diperlukan untuk mempertahankan stabilitas negara termasuk pemulihan ekonomi nasional," kata Wiku dalam keterangan tertulis, Jumat (14/1/2022). [bay]