Anies menyebut surutnya banjir ini tercatat lebih cepat dari kejadian banjir di tahun-tahun sebelumnya.
Seperti banjir yang terjadi pada 2015, ketika curah hujan lebih rendah, yakni 277 mm/hari, 95% wilayah tergenang baru dapat surut dalam waktu 168 jam.
Baca Juga:
Kuliah Kebangsaan Anies Baswedan "Lentera Demokrasi Jalan Menuju Keadilan Sosial"
Kemudian, hari serupa juga disebutkan terjadi pada tahun 2007. Pada saat itu, hujan ekstrem dengan curah hujan tercatat 340 mm/hari, jumlah RW yang tergenang sebanyak 955 RW dan 270 ribu lebih warga mengungsi.
Sementara tahun 2020, dengan curah hujan 377 mm/hari, jumlah RW yang tergenang dan warga yang mengungsi lebih sedikit, yakni 390 RW tergenang dan 36.000 warga mengungsi. Anies menyebut hal ini menandakan dampak banjir di Jakarta dapat semakin terkendali.
Selain itu, Anies juga menekankan bahwa dalam pengendalian banjir, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi.
Baca Juga:
Soal Pilgub Jakarta 1 atau 2 Putaran, Ini Komentar Anies Baswedan
Salah satunya program Gerebek Lumpur di 5 wilayah Kota Administrasi, yakni kegiatan pengerukan lumpur yang dilakukan secara masif di danau, sungai, waduk di Jakarta.
Anies mengatakan kegiatan itu untuk membantu mengurangi proses pendangkalan dengan mengerahkan alat berat berskala hingga 3 (tiga) kali lipat dari kapasitas biasanya.
Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta juga membuat kolam olakan air guna mengantisipasi dan menampung genangan air sementara di jalan raya saat hujan tiba, yang kemudian akan dialirkan ke sungai atau laut.