"Kematian ini bukan kecelakaan biasa, tetapi akibat sistem yang gagal total," kata Ali Lubis di Jakarta, Senin (8/12/2025) melnsir Antara.
Ali menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya saudara Wahyudi (51) pada Jumat (5/12), seorang sopir truk sampah Dinas LH Jakarta Selatan yang meninggal dunia diduga akibat kelelahan setelah menjalani rutinitas lembur berlebihan dan waktu kerja yang tidak manusiawi.
Baca Juga:
Kecelakaan Beruntun di Jalan Sibolga-Tarutung : Ini Identitasnya
Menurut dia, DLH DKI harus bertanggungjawab penuh atas kematian sopir truk sampah karena DLH tidak mampu memastikan manajemen waktu kerja sesuai aturan tenaga kerja. Untuk itu, pimpinan harus bertanggung jawab.
Berdasarkan informasi dari lapangan, kata Ali, menunjukkan bahwa setiap hari para sopir truk sampah Dinas LH, termasuk almarhum Wahyudi, dipaksa menghadapi antrean 8-10 jam di TPST Bantar Gebang, bahkan bisa lebih, sebelum muatan dapat dibuang.
"Ini menciptakan total jam kerja yang melampaui batas kewajaran sebagai manusia, terutama tanpa istirahat memadai dan dengan tekanan fisik serta mental yang sangat berat," ujarnya.
Baca Juga:
Truk Tangki Minyak Tabrak Trotoar di Pintu Masuk Tol Tanjung Mulia Medan
Dia menilai apa yang dialami para sopir ini secara jelas bertentangan dengan ketentuan ketenagakerjaan nasional, antara lain UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU Cipta Kerja.
Di mana, terdapat Pasal 77 menegaskan bahwa jam kerja maksimal adalah 7 jam per hari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam/hari untuk 5 hari kerja.
"Lembur hanya boleh dilakukan dengan batas tertentu, harus atas persetujuan pekerja, dan wajib diberikan waktu istirahat yang cukup serta perlindungan kesehatan," katanya menambahkan.