Permohonan lapak ini telah disampaikan kala audiensi di DPRD DIY, Rabu (26/1) kemarin. Tiap-tiap pendorong diminta mengumpulkan fotokopi KTP sebagai bukti kesetiaan dan kekompakan profesi pendorong. Dari 91 anggota, tapi hanya 50an saja yang berpartisipasi.
"Tapi kemarin yang nggak datang ke DPRD kami anggap hangus (kesempatan pengajuan lapak). Karena sudah beberapa kali kita tatap muka, di grup WA kami minta hadir," ujarnya.
Baca Juga:
Lorong Malioboro Disewakan ke PKL Liar, Tarif Rp 24 Juta per 6 Bulan
Terkait permohonan lapak ini, paguyuban sudah mencoba menjangkau jajaran Balai Kota Yogyakarta. Paguyuban pada Senin, 31 Januari 2022 besok rencananya juga akan menghadap jajaran Pemda DIY.
"Kalau saya inget ini, nasib teman-teman saya pinginnya nangis. Harus kami perjuangkan. Kalau perlu Sri Sultan saya sembah di depannya untuk memperhatikan kita. Karena ini menyangkut banyak nyawa. Maaf saya emosional, terima kasih juga untuk para pedagang yang selama ini menafkahi kita," sambungnya sambil terisak.
Kans lapak nol persen
Baca Juga:
Bereskan Lapak, PKL Malioboro Diberi Waktu Sampai 7 Februari
Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) DIY, Srie Nurkyatsiwi menyatakan bahwa lapak yang tersedia di Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2 sedari awal hanya diperuntukkan bagi para PKL sasaran relokasi.
"Lapak itu kan bukan untuk pendorong, tapi untuk PKL kan. Kan sudah jelas untuk siapanya, itu relokasi bagi PKL yang selama ini sudah ada di Malioboro dan legal ada di pendataan," kata Siwi saat dihubungi, Kamis (27/1).
Pemda DIY bagaimana pun tak akan menutup mata. Siwi meyakini demikian pula Pemkot Yogyakarta. Menurutnya, masih sangat mungkin bagi pemerintah memberikan program pemberdayaan bagi para pendorong gerobak yang terancam kehilangan pekerjaannya ini.