WahanaNews.co | Keluhan
mahalnya kartel kremasi saat pandemi Covid-19 sempat disampaikan oleh seorang
warga Jakarta Barat, Martin. 12 Juli 2021, ibu mertua Martin wafat di salah
satu Rumah Sakit (RS).
Baca Juga:
Jokowi Tunjuk Teguh Setyabudi, Heru Budi Lepas Jabatan Pj Gubernur DKI
Saat berduka, Martin sempat dihampiri oleh seorang petugas
yang yang mengaku dari Dinas Pemakaman DKI Jakarta. Petugas tersebut menawarkan
bantuan untuk mencarikan krematorium.
Hanya saja kremasi saat itu hanya dapat dilakukan di
Karawang, Jawa Barat dengan tarif Rp 48,8 juta. Martin pun terkejut dengan
nominal yang disebutkan.
Sebab proses kremasi untuk kakaknya yang meninggal beberapa
pekan lalu tidak mencapai Rp 10 juta. Bahkan dua anggota kerabatnya yang
kremasi akibat Covid-19 hanya Rp 24 juta per orang.
Baca Juga:
Jakarta Lepas Status Ibu Kota, Begini Nasib Gedung Eks Pemerintah Kelak
"Kami terkejut dan mencoba menghubungi hotline berbagai
Krematorium di Jabodetabek, kebanyakan tidak diangkat sementara yang mengangkat
jawabnya sudah full," kata Martin saat dikonfirmasi, Minggu (18/7/2021).
Dianggap tarifnya terlalu tinggi, Martin sempat menanyakan
kepada pengurus kremasi sang kakak beberapa waktu lalu. Ternyata tarifnya pun
begitu tingginya.
Lalu mereka menawarkan kremasi di Cirebon, Jawa Barat dengan
tarif Rp 45 juta yang dapat dilakukan pada keesokan harinya.
Karena pihak RS minta agar jenazah untuk segera dipindahkan,
Martin menyanggupi tawaran kremasi yang di Karawang. Namun, saat itu petugas
menyatakan sudah penuh dan akhirnya menyanggupi yang di Cirebon.
"Besok paginya (13 Juli 2021) pukul 09.30 WIB kami
sudah tiba di krematorium di Cirebon. Mobil Jenazah ibu sudah tiba sejak pukul
07.00 WIB, kami memeriksanya memastikan kebenaran peti jenazah mertua yang
dibawa. Ternyata di dalam mobil jenazah tersebut ada peti jenazah lain, rupanya
satu mobil sekaligus angkut dua jenazah," ucap dia.
Martin pun sempat mengobrol dengan pengurus kremasi di
lokasi dan disebutkan tarifnya hanya Rp 2,5 juta. Sedangkan karena berdasarkan
protokol kesehatan ada penambahan biaya lainnya.
"Sehingga diperlukan APD, penyemprotan dll sehingga ada
biaya tambahan beberapa ratus ribu rupiah," ujarnya.
Saat ini, Martin tengah fokus untuk mengupayakan bersama
sejumlah pihak untuk mendiskusikan teknis pembangunan krematorium dalam waktu dekat.
Rencananya krematorium tersebut berkapasitas besar untuk warga tidak mampu.
"Serta lobby ke Pemda agar jenazah diberikan hotel
(penginapan) khusus untuk bermalam saat dalam antrean masuk kremasi,"
jelas Martin.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota
(Distamhut) DKI Jakarta Suzi Marsitawati meminta agar Yayasan Kremasi dapat
bersurat ke RS terkait penjadwalan kremasi beserta tarifnya. Kata dia, hal itu
guna mencegah adanya calo dan adanya penambahan korban.
"Sehingga, tidak terjadi tawar-menawar di lapangan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab/oknum yang merugikan masyarakat,"
ucapnya.
Selain itu, dia mengimbau agar masyarakat dapat mencatat
nama, mengambil foto wajah oknum yang mengaku dari Distamhut, dan laporkan
kepada Pemprov DKI Jakarta.
"Jika oknum tersebut benar pegawai kami, maka Pemprov
DKI Jakarta akan langsung menindak tegas. Namun, jika bukan pegawai, Pemprov
DKI Jakarta akan melaporkan ke Kepolisian untuk proses lebih lanjut,"
papar dia.
Saat ini, lanjut Suzi, terdapat tiga krematorium swasta di
Jakarta yang tidak menerima kremasi jenazah Covid-19, yaitu Grand Heaven Pluit,
Daya Besar Cilincing, dan Krematorium Hindu Cilincing.
Sedangkan krematorium swasta yang menerima kremasi jenazah
Covid-19 justru berada di luar Jakarta, seperti Oasis Tangerang, Sentra Medika
Cibinong; dan Lestari, Kerawang.
Suzi juga menegaskan petugas Palang Hitam Distamhut tidak
melayani pengantaran jenazah kremasi di luar Jakarta. Sebab tingginya pelayanan
pemakaman di Ibu Kota.
"Masyarakat yang ingin melakukan kremasi terhadap
anggota keluarganya dapat dilakukan secara mandiri dan memastikan biaya
langsung ke lokasi-lokasi kremasi swasta, bukan melalui oknum," ucap dia. [dhn]