WAHANANEWS.CO, Cirebon - Kebijakan baru Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang sekolah mengadakan kegiatan study tour berdampak besar pada industri pariwisata, terutama bagi agen tour and travel di Cirebon.
Larangan ini membuat banyak pelaku usaha merasa terpukul karena kehilangan salah satu sumber pendapatan utama mereka.
Baca Juga:
Siap Benahi Kota Bekasi dari Banjir, Dedi Mulyani Bakal Selesaikan Akar Masalah di Hulu
Menanggapi situasi ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon mengajak para pelaku wisata untuk berbenah dan mencari peluang baru.
Kepala Disbudpar Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya, menyebut kebijakan tersebut ibarat musibah bagi sektor pariwisata, tetapi juga membuka kesempatan untuk evaluasi dan penguatan wisata lokal.
"Bagi pelaku tour and travel di Cirebon, ini seperti tsunami. Tapi di balik musibah ini, ada peluang yang bisa dieksplorasi dan dikembangkan," ujar Agus.
Baca Juga:
Sebut Gunung ‘Sakral’, Dedi Mulyadi: “Saya Menangis karena Martabat Orang Sunda Direndahkan”
Larangan study tour juga berdampak pada tingkat kunjungan wisata dari luar daerah. Sejumlah agen perjalanan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur bahkan mulai membatalkan perjalanan ke Jawa Barat.
Untuk merespons tantangan ini, Disbudpar Kota Cirebon berencana memperkuat promosi wisata berbasis kolaborasi antarwilayah se-Cirebon Raya, yang mencakup Cirebon, Kuningan, Majalengka, dan Indramayu.
"Strategi kita sekarang adalah memperkuat daya tarik wisata lokal dan menurunkan ego sektoral di masing-masing daerah," kata Agus.
Selain itu, Agus menekankan pentingnya standardisasi layanan di industri tour and travel agar kualitas dan keamanan perjalanan semakin terjamin.
"Ini juga momentum untuk memperbaiki sistem. Kita harus memastikan bahwa setiap perusahaan tour and travel memiliki sertifikasi standar agar kasus kecelakaan akibat layanan yang tidak profesional tidak lagi terjadi," jelasnya.
Sebagai langkah konkret, Disbudpar Cirebon akan menggelar forum diskusi bersama asosiasi tour and travel dalam waktu dekat.
Forum ini diharapkan menjadi wadah untuk menyerap aspirasi dan merumuskan strategi penguatan sektor pariwisata di Cirebon.
Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat terpilih periode 2025-2030, Dedi Mulyadi, tetap bersikukuh dengan kebijakan larangan study tour. Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Jumat (7/2/2025), Dedi menegaskan bahwa sekolah tidak boleh menyelenggarakan kegiatan study tour yang melibatkan pungutan dari siswa.
Menurutnya, kegiatan semacam itu justru membebani ekonomi orang tua dan berpotensi menurunkan kualitas hidup keluarga yang kurang mampu.
Ia bahkan menyebut bahwa travel agent seharusnya tidak menjadikan siswa sebagai target utama bisnis mereka.
“Kalau obyeknya anak sekolah, itu namanya eksploitasi pendidikan. Travel agent yang profesional harus bisa mencari pasar tanpa bergantung pada pungutan dari siswa,” ujar Dedi.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Budi Rianto, mengakui bahwa kebijakan tersebut memberatkan pelaku industri pariwisata.
Namun, ia juga memahami alasan di balik keputusan tersebut, terutama terkait aspek ekonomi dan keselamatan siswa.
"Memang ada banyak kasus kecelakaan dalam perjalanan study tour yang perlu menjadi perhatian serius," kata Budi.
Meskipun begitu, Budi tetap berharap ada solusi yang tidak sampai mematikan industri pariwisata. Ia mengusulkan agar pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat bersama-sama mencari jalan tengah agar wisata edukatif tetap bisa berjalan dengan konsep yang lebih aman dan terjangkau.
Hingga saat ini, Asita belum mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat untuk membahas kemungkinan solusi terkait kebijakan ini.
"Pariwisata adalah bagian penting dari sektor ekonomi. Jangan sampai kebijakan ini justru membunuh mata pencaharian banyak orang," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]