WahanaNews.co | Terkait
maraknya praktik politik uang jelang pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada
Kalimantan Selatan pada Juni 2021, Calon Gubernur Kalimantan Selatan Denny
Indrayana mengirimkan surat terbuka pada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga:
Buntut Cuitan Putusan MK, Denny Indrayana Dinonaktifkan dari Wapres Kongres Advokat Indonesia
"Pada hari ini, saya menulis surat terbuka kepada
Presiden Jokowi yang melaporkan situasi terakhir menjelang Pemungutan Suara
Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Kalsel dan bagaimana makin maraknya praktik
politik uang dilakukan," ujar dia, dalam keterangannya, Sabtu (8/5).
Denny lantas berharap Jokowi sebagai Kepala Negara bisa
mengambil langkah pencegahan dan penindakan yang diperlukan. Salah satunya
dengan menurunkan aparat negara untuk mencegah masifnya politik uang tersebut.
Dalam surat tersebut, Denny melaporkan bahwa prinsip pemilu
di Kalsel sudah sejak awal diciderai. Ia mencontohkan pelbagai bantuan Covid-19
diselewengkan dengan gambar gubernur petahana saat itu, Sahbirin Noor.
Baca Juga:
Kasus Hoaks Sistem Pemilu, Polri Kirim SPDP Denny Indrayana ke Kejagung
Tidak hanya itu, tandon air cuci tangan Covid-19, bedah
rumah dan berbagai program pemerintah provinsi disalahgunakan untuk membantu
pemenangan Paslon Sahbirin-Muhidin.
"Upaya kami melaporkan kepada Bawaslu Kalsel, tidak
membuahkan hasil. Pengawas pemilu provinsi tersebut kesulitan menjaga
independensi dan profesionalitasnya, karena memang sejak proses seleksinya
cenderung disiapkan untuk menjadi bagian dari strategi pemenangan
petahana," kata Denny dalam suratnya.
Ia menceritakan fenomena itu bermula dari masifnya pembagian
bakul yang berisi berbagai kebutuhan hidup, pembagian ikan, sayur-sayuran serta
tentu saja pembagian uang.
Ia mengklaim bahwa aparat pemerintahan dilibatkan. Dari
tingkat RT hingga ke level yang lebih tinggi. Bahkan telah diberikan gaji
bulanan selama proses PSU.
"Untuk mendata dan mengumpulkan suara warga.
Informasinya, Kepala Desa juga dilibatkan, juga dengan modus yang sama, gaji
bulanan. Saya sudah menemukan faktanya di lapangan, sayangnya mereka masih
berpikir keras untuk menjadi saksi, karena belum adanya jaminan
keamanannya," kata Denny.
Denny pun berharap situasi yang demikian sudah seharusnya
sistem pengawasan pemilu di Indonesia mengambil tindakan tegas. Politik uang
yang masif adalah alasan satu pasangan calon didiskualifikasi.
"Tetapi sebagaimana telah saya sampaikan, Bawaslu belum
berfungsi normal," kata dia.
"Harapan Bawaslu akan mengambil tindakan hukum yang
tegas demikian kelihatannya hanya akan menjadi harapan tanpa kenyataan,"
kata dia.
Ia lantas memohon ada langkah-langkah pencegahan dan
penindakan yang lebih konkrit bisa didorong oleh Jokowi.
"Kami meyakini, hanya dengan aparat negara yang ikut
menjaga agar 'serangan fajar' tidak terjadi, maka PSU Pilgub Kalsel yang jujur
dan adil, masih mempunyai harapan. Dengan demikian, rakyat pemilih di Kalsel
akan lebih memilih berdasarkan 'mata hati', bukan 'mata uang'," kata dia.
Sebelumnya, Denny sudah mengadukan dugaan politik uang ini
ke Bawaslu. Pilkada Kalsel sendiri diputuskan untuk diulang berdasarkan putusan
Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Pilkada itu, Denny kalah tipis.
Berdasarkan data KPU Kalsel, pasangan calon petahana,
Sahburun-Muhidin, meraih 851.822 suara atau 50,24 persen suara sah. Sementara,
Denny Indrayana-Difriadi Derajat, mengumpulkan 843.695 suara atau 49,76 persen.
[dhn]