WahanaNews.co | Majelis hakim
Pengadilan Negeri (PN) Serang, Banten, membebaskan advokat Peradi Pergerakan,
Muhibudin, yang akrab disapa Haji Muhib, dari dua tuntutan pidana yang
menjeratnya, yakni perkara Nomor 816/Pid.B/2020/PN Srg dan 817/Pid.B/2020/PN
Srg.
Melalui persidangan pada
Selasa (10/11/2020), majelis hakim menyatakan menerima eksepsi yang diajukan Haji
Muhib melalui tim penasihat hukumnya, yakni M Pilipus Tarigan, Erna
Ratnaningsih, James E Tamba, Prasetyo Utomo, Yandi Hendrawan, dan Rian Pratama.
Baca Juga:
Viral Memo “Titipan Siswa” DPRD Banten, PKS Bereaksi Keras
Putusan itu sekaligus
membebaskan Haji Muhib, karena tuntutan jaksa dinyatakan tidak dapat diterima
oleh majelis hakim pemeriksa kedua perkara tersebut.
Alkisah, Haji Muhib, yang
berprofesi sebagai advokat, dituntut dengan dua perkara pidana di PN Serang setelah
membela kepentingan kliennya, Winarno, terkait masalah hak waris.
Menghadapi persoalan hukum
itu, Haji Muhib dan tim penasihat hukumnya kemudian mengajukan eksepsi atas
dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada dua perkara yang terpisah tadi.
Baca Juga:
Tol Menuju KEK Tanjung Lesung Hampir Rampung, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Pembenahan Infrastruktur Pariwisata
Setelah memeriksa, majelis
hakim menyatakan mengabulkan eksepsi tersebut. Menurut majelis hakim, dakwaan JPU
tidak dapat diterima karena melanggar ketentuan hukum acara dalam Pasal 144
KUHAP.
Menyikapi putusan itu, Ketua
Umum Peradi Pergerakan, Sungeng Teguh Santoso, menyatakan, pihaknya senantiasa berkomitmen
mendampingi advokatnya yang dituntut pidana pada saat
menjalankan profesi.
"Kami
berbahagia dan mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara. Kami
secara khusus mengawal kasus ini untuk melindungi profesi advokat," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Selasa (10/11/2020).
Sementara itu, Pilipus Tarigan, salah seorang dari Tim
Penasihat Hukum Haji Muhib, menerangkan, pihaknya
mengajukan eksepsi terkait tindakan JPU yang melakukan perubahan dakwaan --sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip due process of law.
"Dakwaan yang didaftarkan serta diajukan ke pengadilan, ternyata berbeda secara keseluruhan dengan yang
dibacakan pada hari sidang," katanya.
Perubahan
tersebut bukan hanya soal typo (kesalahan pengetikan), tapi substansinya pun berubah. Sehingga, menurutnya, proses penuntutan telah cacat hukum, maka tidak boleh
diajukan kembali.
"Pasal
144 KUHAP sudah sangat presisi, dan
sudah tidak dapat dimaknai atau diinterpretasikan lain," sambung Pilipus.
Pilipus
menjelaskan, menurut pasal 144 KUHAP, perubahan dakwaan dibatasi waktu paling
lambat 7 hari sebelum hari sidang.
Sedangkan
perubahan dalam dua perkara
Haji Muhib itu diajukan pada hari sidang, sehingga hal itu
bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 144
KUHAP tadi.
Diketahui, majelis hakim menerima dan mengabulkan eksepsi
tim penasihat hukum Haji Muhib dalam perkara pidana Nomor 816/Pid.B/2020/PN Srg
dan 817/Pid.B/2020/PN Srg dengan pertimbangan perubahan dakwaan yang dilakukan
penuntut umum melanggar ketentuan dalam Pasal 144 KUHP, karena diajukan pada
saat hari persidangan.
Terpisah, Haji Muhib menyampaikan apresiasinya terhadap putusan majelis hakim tersebut.
Menurutnya, majelis hakim telah melihat kejernihan secara hukum, sehingga putusan
tersebut layak diapresiasi. [dhn]