WAHANANEWS.CO, Demak - Pengabdian panjang seorang guru Madrasah Diniyah (Madin) di Demak, Jawa Tengah, Ahmad Zuhdi (63), harus terhenti dengan pil pahit.
Ia diminta membayar denda sebesar Rp 25 juta karena menampar seorang siswa usai dilempar sandal saat mengajar.
Baca Juga:
Terduga Teroris di Tiga Lokasi Ditangkap Densus di Jateng
Kasus ini memicu kehebohan publik setelah viral di media sosial dan menimbulkan gelombang simpati terhadap Zuhdi.
Peristiwa ini terjadi di Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, dan dibenarkan oleh Kepala Madrasah Roudhotul Mualimin, Miftahul Hidayat, dalam konferensi pers pada Jumat (18/7/2025).
Kejadian bermula pada Rabu (30/4/2025) ketika Zuhdi sedang mengajar kelas 5. Tiba-tiba, sebuah sandal mengenai kepalanya. Sandal itu dilempar oleh siswa kelas 6 yang tengah gaduh. Menurut penuturan Miftahul, aksi Zuhdi terjadi secara spontan.
Baca Juga:
Kemensos Lakukan Pendampingan Menyeluruh Kasus Rudapaksa di Demak Jateng
“Kemudian spontanitas beliau Pak Zuhdi, menarik siswa berinisial D dan melakukan pemukulan,” ujar Miftah.
Setelah siswa lain menunjuk D sebagai pelaku, Zuhdi menarik anak itu dan menamparnya. Peristiwa ini berbuntut panjang.
Pada Kamis (1/5/2025), kakek dari siswa D mendatangi rumah kepala madrasah untuk menyampaikan keberatan. Hari yang sama, ibunda siswa juga hadir dan disarankan untuk melakukan mediasi di lingkungan Madin.
Siang harinya, mediasi pertama dilakukan. Zuhdi mengakui perbuatannya dan pihak madrasah menyampaikan permintaan maaf secara resmi.
Wali murid menerima permintaan maaf tersebut, namun meminta surat pernyataan bermaterai. Saat ditanya isi surat yang diinginkan, ibu siswa belum bisa menjawab dan menyebutkan akan berdiskusi dengan keluarga.
Proses mediasi belum selesai. Pada Kamis (10/7/2025), keluarga siswa datang kembali bersama aparat kepolisian dan membawa surat panggilan resmi dari Polres Demak untuk Zuhdi.
Mediasi kedua digelar pada Sabtu (12/7/2025) di rumah kepala Madin, dihadiri para guru, pengurus FKDT tingkat kecamatan dan kabupaten, ketua yayasan, serta kedua keluarga.
“Kesimpulan hasil mediasi sesuai pada lampiran di surat perjanjian damai tersebut, akan tetapi dalam surat perjanjian damai tidak tertulis nominal yang disepakati,” kata Miftahul.
Awalnya, pihak wali murid menuntut uang damai sebesar Rp 25 juta. Namun setelah proses mediasi, nominal tersebut berhasil diturunkan menjadi Rp 12,5 juta.
Meski telah terjadi kesepakatan damai, kasus ini tetap mengundang simpati publik. Zuhdi diketahui hanya menerima gaji sebesar Rp 450 ribu, yang bahkan dibayarkan setiap empat bulan sekali.
Selama lebih dari 30 tahun ia mengabdikan diri sebagai pendidik di madrasah, namun kini harus menghadapi tekanan sosial dan hukum yang berat akibat insiden spontan yang ia lakukan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]