"Kami bisa berkata bahwa [dampak keberadaan limbah farmaseutikal di sungai] kemungkinan besar negatif. Tapi harus dilakukan tes masing-masing zat dan saat ini kajian seperti itu relatif sedikit," ujar Dr Veronica Edmonds-Brown, ahli ekologi perairan dari Universitas Hertfordshire, kepada BBC News.
"Kondisi ini bakal memburuk sebelum kita semakin menggunakan solusi farmakologi pada setiap penyakit, apakah itu fisik maupun mental," tambahnya.
Baca Juga:
Politeknik Transportasi SDP Palembang Mengadakan Diklat untuk Pelaku Transportasi Sungai dan Danau
Laporan ini menyebutkan bahwa semakin banyak obat antibiotik di sungai dapat menyebabkan berkembangnya bakteri kebal antibiotik. Hal ini akan merusak efektivitas obat dan ujungnya menimbulkan "ancaman pada lingkungan dan kesehatan global".
Sungai-sungai yang paling tercemar berada di negara dengan penduduk berpenghasilan rendah hingga menengah, seperti Pakistan, Bolivia, dan Ethiopia. Tak jarang sungai-sungai di sana dijadikan tempat pembuangan limbah bagi pabrik farmasi.
"Kami telah menyaksikan sungai-sungai yang tercemar di Nigeria dan Afrika Selatan. Sungai-sungai tersebut punya konsentrasi limbah obat yang sangat tinggi dan hal ini pada dasarnya kembali ke fasilitas pengolahan air limbah yang kurang memadai," kata Dr Mohamed Abdallah, professor bidang pencemaran limbah di Universitas Birmingham, Inggris.
Baca Juga:
Pencarian ABK Tugboat yang Terbakar di Sungai Barito Dihentikan Setelah Sepuluh Hari
"Ini paling mengkhawatirkan karena di sana terdapat populasi paling rentan dan kekurangan akses ke fasilitas kesehatan," imbuhnya.
Dr John WilkinsonSungai Nairobi di Kenya adalah salah satu sungai yang paling tercemar oleh limbah obat-obatan.
Ketika ditanya apa yang bisa dilakukan, ketua tim penelitian, Dr Wilkinson, punya pandangan skeptis.