Pengembangan potensi itu, lanjutnya, akan mendukung kehidupan masyarakat nagari [desa adat] yang lekat dengan hutan di Sumbar.
Baca Juga:
Komunikasi Konsumen Indonesia Sabet BPKN Award Raksa Nugraha 2022
Berdasarkan data BPS pada 2020 terdapat 950 nagari yang berada dalam kawasan hutan. Rinciannya yakni 365 nagari berada di hutan konservasi, 305 nagari di hutan lindung, dan 280 nagari di hutan produksi.
"Artinya, masyarakat Sumbar tidak lepas dari hutan, dan menggantungkan hidup pada hutan," kata Rainal.
Tutupan hutan yang bernilai ekonomi
Baca Juga:
KKI Raih Penghargaan BPKN Award Raksa Nugraha 2022, Ini Harapan David Tobing
Rainal mengatakan perlu pula perubahan pandangan di masyarakat. Jika selama ini masyarakat melihat hutan untuk dijadikan kebun, bisa diadaptasi berubah ke pengelolaan hutan secara modern melalui pengembangan imbal jasa lingkungan (Payment for ecosystem services/PES).
"Menjaga tutupan hutan juga bernilai ekonomi. Seperti misalnya yang dirasakan oleh masyarakat di lanskap Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi," ucapnya.
Bujang Raba terdaftar ke dalam pasar karbon sukarela melalui skema Plan Vivo. Dari perhitungan KKI Warsi pada zona lindung hutan desa yang merupakan hutan primer, penyerapan emisi atau cadangan karbon rata-ratanya sebesar 287 ton C/hektare atau 1,052 ton CO2 e/hektare.