WahanaNews.co, Nias Selatan - Kepala Sekolah di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara (Sumut), berinisial SZ (37), dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak penganiayaan yang mengakibatkan salah seorang siswanya yang bernama Yaredi Nduru (17 tahun) mengalami cedera parah hingga akhirnya meninggal dunia.
Insiden penganiayaan ini bermula dari aduan yang diterima oleh SZ dari sekretaris kecamatan (sekcam).
Baca Juga:
Perkuat Peran BUMN, AirNav Indonesia Laksanakan Program Relawan Bakti di Nias Selatan
Kasat Reskrim Polres Nisel, AKP Freddy Siagian, menjelaskan bahwa sebelum terjadinya tindak penganiayaan tersebut, SZ telah dihubungi oleh Sekcam Siduaori.
Sebelumnya, korban dan beberapa temannya sedang menjalani Praktek Kerja Industri (Prakerin) di kantor camat tersebut.
"Jadi, awalnya kan anak-anak itu prakerin di kantor camat, kan kalau sudah diserahkan ke kantor camat berarti yang membina orang camat, termasuklah sekcam," kata Freddy melansir detikSumut, Jumat (18/4/2024).
Baca Juga:
Naas! Hendak Melayat, Gadis 18 Tahun Asal Nias Selatan Tewas Tenggelam di Sungai Idanogawo
Freddy menjelaskan bahwa anak-anak ini diduga tidak mematuhi instruksi dari sekcam saat sedang menjalani prakerin.
Akibatnya, sekcam mengadukan masalah tersebut kepada kepala sekolah dan meminta agar siswa-siswi itu diberi pembinaan.
"Mereka diminta untuk melakukan sesuatu, mungkin karena kurang tanggap atau tidak patuh terhadap instruksi dari sekcam. Jadi, setelah itu, aduan tersebut dilaporkan kepada kepsek untuk memberikan pembinaan terlebih dahulu dan mengingatkan anak-anak agar mematuhi instruksi," katanya.
Setelah menerima aduan tersebut, pada Sabtu, 23 Maret 2024, SZ kemudian mengumpulkan semua siswa yang sedang menjalani prakerin, termasuk korban dan teman-temannya di kantor Camat Siduaori.
Berdasarkan pengakuan dari para siswa tersebut, SZ diduga melakukan pemukulan pada bagian kepala mereka menggunakan tangan.
Selain korban, sekitar tujuh temannya yang juga sedang menjalani prakerin di kantor Camat Siduaori juga dilaporkan mengalami pemukulan.
"Ada tujuh sampai delapan orang mereka, bukan cuman dia (korban). Jadi semuanya mendapatkan itu juga, korban ini dapat lima kali, ada juga yang tiga kali, empat kali, ada perempuan juga," kata Freddy.
Setelah kejadian itu, kata Freddy, pada hari Senin dan Selasa, anak-anak tersebut masih prakerin di kantor camat itu, termasuk korban. Pada saat itu, mereka tidak mengeluhkan sakit apapun.
"Setelah itu, hari Senin Selasa kembali lagi mereka prakerin di kecamatan. Enggak ada , aman-aman saja menurut kawan-kawannya. Korban ikut hari Senin Selasa itu. Kemudian hari rabunya lah tidak datang lagi (korban), katanya ada mengasih tahu izin, enggak datang lagi sampai selanjutnya di tanggal 9 (April) baru diketahui bahwasanya dia sakit," sebutnya.
Perwira pertama Polri itu menyebut siswa-siswi yang lain tidak mengalami keluhan apapun usai mendapatkan pukulan dari kepsek itu. Sejauh ini mereka juga tidak ada membuat laporan ke kantor polisi.
"Tidak ada, sampai sekarang mereka mengatakan tidak ada merasakan sakit, itulah laporan mereka dan tidak ada yang buat laporan polisi terkait dengan pukulan dari kepsek, kecuali korban sendiri," sebutnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]