Pemenuhan kebutuhan bibit dan pupuk, Fahri menyebutkan tidak mengalami kendala. Setiap musim tanam, PTAR selalu menyediakan bibit unggul berkualitas. Untuk musim tanam tahun ini, kelompok tani Gria Upa Tondi menanam bibit padi jenis Cianjur dan Petik Wangi Susu, yang disubsidi PTAR.
Pengganti pupuk organik EM4, Fahri bersama petani lainnya mempermentasikan tape, gula pasir dan tempe, selama satu bulan. Kebutuhan pupuk kompos dilakukan dengan memakai campuran ampas pasar dan daun-daunan, termasuk kotoran ternak.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Untuk efektivitas budidaya, Fahri memastikan tidak ada masalah. PTAR yang selalu memberi support, telah membangun saluran irigasi, jalan usaha tani, serta memberikan bantuan alat mesin pertanian (alsintan).
Terkait produksi, Fahri mengakui jika hasil produksi sistem pertanian organik lebih rendah dari sistem pertanian anorganik. Namun jika dikonversi ke rupiah, hasil panen sistem pertanian organik akan lebih tinggi. Kondisi ini didapatkan dari harga beras organik yang lebih tinggi dari beras anorganik.
"Untuk saat ini harga beras organik mencapai Rp 23 ribu per kilogram. Sementara harga beras anorganik hanya pada kisaran Rp 10 ribu hinggi Rp 13 ribu per kilogram" imbuh Fahri.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Di penghujung wawancara, Fahri menyampaikan ucapan terima kasih kepada PTAR yang tidak pernah lelah memberikan pendampingan kepada kelompok tani yang ia pimpin. Tanpa PTAR, Fahri memastikan, kelompok tani Gria Upa Tondi akan tetap dengam sistem pertanian anorganik, yang menafikan pertanian berkelanjutan.
"Terima kasih PTAR," tukasnya.
Terpisah, Officer Small Medium Enterprise Community Development PTAR, Mirna Wati, menyebutkan jika pihaknya telah melakukan pendampingan budidaya pertanian organik kepada kelompok tani Gria Upa Tondi sejak tahun 2016.