"Kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan geografi
dinyatakan rawan longsor atau
kawasan yang mengalami kejadian longsor dengan
frekuensi cukup tinggi," katanya.
Ia menyampaikan berdasarkan prosedur teknis penyelenggaraan pembangunan perumahan bahwa dalam ketentuan
pola ruang gerakan tanah di bawah 40 persen diperbolehkan membangun rumah
terbatas dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng.
Baca Juga:
Evakuasi Terhambat Material Labil, BPBD Jabar Akhiri Pencarian di Tambang Gunung Kuda
Selanjutnya, kata Kapolres, pengembang harus menerapkan sistem
drainase yang tepat, meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil
kemiringan lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng, dan mengosongkan
lereng dari kegiatan manusia.
Selain itu, lanjut dia, pengembang diwajibkan melakukan kajian
geologi tata lingkungan atau geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan
pembangunan, namun diduga tidak melakukan kewajiban itu.
"Diduga tidak melakukan kajian geologi tata lingkungan atau
geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan pembangunan sehingga terjadinya
dampak terhadap lingkungan berupa
longsor," katanya.
Baca Juga:
Tiga Anjing Pelacak Dikerahkan Bantu Temukan Korban Longsor di Tambang Gunung Kuda
Ia menambahkan,
tahapan selanjutnya Polres Sumedang akan
menanyakan pembangunan perumahan Kampung
Geulis kepada penanggung jawab teknis pembangunan, kemudian memintai keterangan
pada pengembang dari PT Amaka Pondok Daud yang membangun Perumahan Cihanjuang A
Regency.
Selain itu, Polres Sumedang akan
meminta keterangan atau pendapat ahli geologi dari Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi pada Badan Geologi Kementerian ESDM, kemudian dari BMKG
Bandung dan meminta pendapat ahli pidana.
Sebelumnya, bencana
tanah longsor menimbun pemukiman rumah penduduk di Desa Cihanjuang,
Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (9/1/2021), menyebabkan 40 orang meninggal dunia, terdiri
dari warga, TNI, dan petugas BPBD. [dhn]