WahanaNews.co | Warung makan di Jalan Panjikusumo, Desa Pojok, Kecamatan Garum,
Kabupaten Blitar, Jawa Timur, itu hampir tidak pernah sepi
pembeli.
Berjarak
hanya sekitar dua kilometer dari batas wilayah Kota Blitar bagian timur, warung
makan Omah Rindu itu menawarkan menu
andalan soto ayam seharga Rp 2.000 untuk satu porsi.
Baca Juga:
Lubang Misterius Muncul di Sungai Blitar, Sedot Air Hingga Sungai Mengering
Kunjungan
pelanggan ke warung yang baru buka sekitar empat bulan lalu itu sekitar pukul
08.00 WIB sampai waktu makan siang.
Setelah
itu, ramai lagi sekitar pukul 19.00 WIB.
Namun,
pada jam-jam sepi setelah waktu makan siang pun, ketika wartawan berkunjung ke Omah Rindu, Senin (12/7/2021) sore, selalu ada saja pembeli yang
datang silih berganti dengan satu hingga tiga sepeda motor.
Baca Juga:
Bawaslu Kabupaten Blitar Gelar Tes Tulis untuk Calon Panwas Kecamatan
Tidak
sedikit dari pembeli yang datang bersama satu atau dua anak mereka.
Bisa
dibayangkan, jika satu keluarga dengan empat orang makan empat porsi soto ayam
dan minum empat gelas teh panas, mereka menghabiskan Rp 14.000 dengan harga teh
panas Rp 1.500 per gelas.
"Kami
berempat cuma habis Rp 11.000 ini tadi. Kami makan empat porsi soto ayam dan
dua gelas teh panas," ujar seorang ibu muda bersama dua anak dan seorang
adik perempuannya.
Berbisnis Sembari Berbagi
Dengan
harga soto ayam Rp 2.000 satu porsi, mungkin orang akan berpikir bahwa warung
tersebut dijalankan oleh lembaga kemanusiaan yang menyediakan makanan murah.
Kalau
tidak, mungkin warung itu dimiliki oleh seorang pengusaha kaya yang ingin bersedekah
dengan menyediakan makanan murah di tengah situasi ekonomi sulit yang sedang
mengimpit masyarakat.
"Saya
kira, berbagi atau bersedekah tidak harus memberi cuma-cuma.
Dengan harga itu, kami masih dapat marjin, meskipun tipis. Tapi, kalau
kita bisa jual banyak, ya cukuplah buat kami," ujar pemilik warung Omah Rindu, Ririn Dian.
"Kalau
ada niatan saya dan suami untuk bersedekah, ya mungkin beginilah caranya,
menjual makanan murah," tambah Ririn.
Warung
milik Ririn tidak hanya menawarkan soto ayam, tetapi juga menu lain, yaitu soto
sapi dengan harga Rp 5.000 per porsi, nasi gudeg dengan lauk telur seharga Rp
5.000, nasi telur dengan lalapan Rp 6.000, dan nasi ayam bakar seharga Rp
10.000.
"Sebenarnya
menu awal dan utama itu soto ayam, soto daging, dan gudeg. Tapi banyak
pelanggan minta ada menu lain yang biayanya memang lebih besar," jelas
perempuan berusia 37 tahun itu.
Namun,
toh sampai saat ini soto ayam adalah menu yang paling banyak diminati
pelanggan.
Sebelum
pemberlakuan PPKM darurat, kata Ririn, antara 400 sampai 500 porsi soto ayam
ludes.
Soto
daging sapi seharga Rp 5.000 per porsi menempati urutan kedua yang paling
diminati pembeli dengan rata-rata terjual 100 porsi setiap harinya.
"Pernah
seorang guru SD sebelah ini ulang tahun dan dia mentraktir makan seluruh siswa
yang masuk sekolah hari itu, setelah kami total cuma habis Rp 110.000,"
kenang Ririn.
Menurutnya,
sebelum PPKM darurat, Omah Rindu
memiliki omzet penjualan paling sedikit Rp 1,5 juta per hari.
Pada
Jumat hingga Minggu, omzet warung mencapai Rp 2,5 juta per hari.
"Tapi, sejak
PPKM darurat, omzet turun tinggal sekitar setengahnya saja," tuturnya.
Belasan Tahun Geluti Usaha Kuliner
Ririn
menyadari bahwa warung makan miliknya cepat dikenal masyarakat karena
menawarkan harga murah di tengah ekonomi masyarakat yang semakin sulit akibat
pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai.
Warung
makan murah sebenarnya sudah menjadi obsesi bagi Ririn yang telah menggeluti
usaha kuliner sejak tinggal di kota kelahirannya, Kabupaten Tulungagung.
Namun, di
sana, dia mengaku tidak mendapatkan kenyamanan dalam berusaha.
Hingga
pada 2016, dari Tulungagung Ririn hijrah ke Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, untuk
membuka usaha warung makan dengan modal pas-pasan.
"Saya
jual soto ayam Rp 3.000 per porsi di Cikarang, tapi saya dimusuhi habis-habisan
oleh warung makan lainnya," tutur Ririn.
Usahanya
mulai berkembang dan mendapatkan pelanggan tetap dari karyawan sebuah pabrik.
Namun,
Ririn memilih menutup usahanya ketika pabrik tempat pelanggannya bekerja
terdampak pandemi Covid-19.
Dia dan
suaminya, Dwi Indiarto, memutuskan pulang ke rumah orangtua Dwi di Blitar pada
Januari.
Kurang
dari sebulan kemudian, Ririn memulai menawarkan soto ayam Rp 2.000 per porsi
melalui Facebook.
"Kalau
ada yang pesan, suami saya yang antar tanpa ada ongkos kirim selama masih dalam
jarak wajar," katanya.
Awalnya,
kata Ririn, ada saja yang mencurigai soto ayam buatannya menggunakan daging
tidak layak konsumsi dan berbagai sangkaan negatif lain.
Namun,
Ririn memiliki kesabaran untuk menghadapi komentar miring di media sosial.
Hingga
perlahan, komentar miring itu mulai diimbangi testimoni positif dari mereka
yang pernah membeli soto ayamnya.
"Ketika
pelanggan mulai banyak, justru mereka meminta saya buka warung offline agar mereka bisa sambil ngopi
dan ngobrol," ujar ibu satu anak itu.
Maka,
menjelang bulan puasa lalu, dia dan Dwi mulai membeli satu set meja dan kursi
kayu untuk diletakkan di teras rumah mertuanya.
Berangsur-angsur,
dia dapat membeli tambahan meja dan memasang paranet sebagai atap sementara di
halaman rumah mertua yang tidak begitu luas.
"Maka,
jadilah seperti sekarang, warung di halaman rumah orangtua," ujar Ririn,
sembari menunjukkan warung sederhana dengan lima set meja dan kursi di halaman
rumah.
Dengan
jumlah pelanggan terus bertambah, warung makan Omah Rindu kini memiliki empat pekerja, meskipun sejak PPKM darurat
tiga di antaranya, dengan kesadaran, menawarkan diri untuk dirumahkan sementara.
Akan Terus Sediakan Makanan Murah
Beberapa
pelanggan, menurut Ririn, akhir-akhir ini mulai mempertanyakan apakah Omah Rindu akan terus menjual soto ayam
seharga Rp 2.000.
Mereka
khawatir Ririn tergoda mendapatkan untung lebih besar.
"Saya
tegaskan ke mereka, selama tidak sampai nombok, saya akan tetap jual soto ayam
Rp 2.000. Saya masih dapat untung dari minuman," ujar lulusan Jurusan
Psikologi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, itu.
Ririn
dan suaminya mengaku bahagia dapat menyediakan makanan murah dan bergizi kepada
banyak orang, apalagi di tengah situasi ekonomi yang sulit saat ini.
Bagi
Ririn, kerelaan pelanggan warung makannya untuk mendoakan menjadi sesuatu yang
membahagiakan untuk dia dan keluarganya. [dhn]