WahanaNews.co | Makam Islam paling tua di Indonesia ditemukan di wilayah Jawa Timur. Dan ini menjadi salah satu bukti penyebaran agama Islam di Nusantara.
Alik Al Adhim menjelaskan dalam buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, hal tersebut diketahui dengan ditemukannya batu nisan Makam Fatimah binti Maimun.
Baca Juga:
Pulang dari Bar, Oknum Polisi di Sidoarjo Gerayangi Adik Pacarnya Saat Tidur
Batu nisan ini ditemukan di wilayah Leran, Gresik, Jawa Timur. Batu nisan pada makam ini bertuliskan bahasa Arab. Tulisan tersebut memuat keterangan tentang meninggalnya Fatimah binti Maimun pada tahun 1082 M.
Mengutip dari buku Islam Lokal (Sejarah, Budaya, dan Masyarakat) karya Johan Septian Putra, Islamisasi di Nusantara di antaranya dimulai dengan perdagangan.
Pada abad ke-10 M banyak pedagang dari Arab yang berdatangan ke Nusantara melalui pesisir Utara Jawa.
Baca Juga:
Anggota Polres Pacitan Diduga Perkosa Tahanan, Terancam Dipecat
Selain berdagang, mereka juga menyebarkan ajaran agama Islam. Salah satu tempat yang mereka singgahi yaitu Leran, karena ketika itu Leran menjadi wilayah perdagangan yang cukup ramai dan besar.
Pada masa Kerajaan Majapahit, Leran menjadi salah satu daerah kekuasaannya. Hal ini berdasarkan pada temuan prasasti yang terbuat dari bahan perunggu dan masih menggunakan huruf serta bahasa Jawa Kuno.
Prasasti tersebut oleh para sejarawan dinamakan prasasti Leran. Fatimah binti Maimun merupakan figur yang dikenal sebagai salah satu pendakwah masa awal di tanah Jawa.
Ada banyak versi mengenai siapa sosok Fatimah binti Maimun ini. Ada yang mengatakan bahwa Fatimah binti Maimun merupakan putri dari Sultan Mahmud Mahdad Alam yang berasal dari negeri Keddah, Malaka.
Ada pula yang mengatakan bahwa Fatimah binti Maimun bin Hibatullah merupakan putri dari Persia. Sedangkan juru kunci makam menyebutkan bahwa Fatimah binti Maimun dikenal dengan nama Dewi Retno Suwari atau Raden Ayu Mas Putri.
Sementara itu, pendapat lain menyebut bahwa Fatimah binti Maimun dengan Dewi Retno Suwari ini adalah dua orang yang berbeda.
Versi lainnya menyebut, Dewi Retno Suwari memiliki tahun yang sama dengan Maulana Malik Ibrahim. Sementara Fatimah binti Maimun lebih dahulu ke tanah Jawa dibandingkan dengan Maulana Malik Ibrahim.
Dijelaskan oleh Ahmad Ali Murtadho di dalam buku Historiografi Sejarah Lokal Gresik, ketika pertama kali ditemukan kondisi makam sangat mengkhawatirkan.
Atapnya ambruk dan tidak terurus, kemudian Paul Ravaisse seorang yang berkebangsaan Prancis melakukan beberapa perbaikan.
Kemudian makam ini diteliti oleh Muhammad Yamin yang menyimpulkan bahwa angka atau titimangsa dalam nisan Fatimah binti Maimun itu berangka tahun 475 H atau 1082 M, sebagai tahun meninggalnya Fatimah binti Maimun.
Sejak tahun 1973, situs tersebut diambil alih oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur.
Area makam tersebut tidak lagi diperbolehkan untuk menjadi pemakaman umum, pemerintah kemudian menjadikannya sebagai situs cagar budaya.
Banyak keunikan lainnya pada makam Fatimah binti Maimun. Cungkup makam tersebut terbuat dari batu putih yang tebal dan tinggi di kompleks pemakaman yang luas juga terdapat makam yang panjang.
Makam ini lebih panjang jika dibandingkan dengan kuburan pada umumnya. Terdapat gapura pada luar makam Fatimah binti Maimun yang tidak tinggi.
Makam Fatimah binti Maimun berasitektur mengikuti corak gaya Hindu-Buddha sesuai dengan kerajaan yang sedang berkuasa pada zaman ketika Fatimah binti Maimun meninggal dunia. Faktor yang mempengaruhi gaya arsitektur ini karena pada masa itu pengaruh kerajaan masih sangat kental dan kuat.
Husnul Hakim di dalam buku Sejarah Lengkap Islam Jawa menjelaskan bahwa dibalik bidang batu nisan Fatimah binti Maimun, terdapat tulisan Arab yang merupakan kutipan surah Ar-Rahman ayat 55.
Petikan ayat tersebut ditulis dengan khat kufi (tulisan khas kufah, Iraq). Hal ini menandakan bahwa Fatimah binti Maimun berasal dari Persia.[sdy]