WahanaNews.co | Pengadaan
barang dan jasa untuk rumah dinas (rumdin) Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin yang
mencapai lebih dari Rp1 miliar menuai kritik. Dahlan mengungkapkan pengadaan
tersebut bukan usulannya.
Baca Juga:
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Tegaskan Ibu Kota Negara Masih Jakarta
Dalam daftar harga yang viral di media sosial, beberapa
barang dan jasa untuk rumah jabatan ketua DPR Aceh di antaranya renovasi ruang
tamu dan ruang tengah Rp 200 juta, gorden Rp 198 juta, dan wallpaper Rp 150
juta. Selain itu, juga ada pengadaan ambal Rp 140 juta, lemari pakaian Rp 150
juta dan sejumlah barang lainnya.
Pembelian barang-barang itu disebut menggunakan APBA 2021.
Data yang viral bersumber dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP)
APBA 2021. Usai data itu viral, Dahlan angkat bicara.
"Saya selaku ketua DPRA meminta maaf yang
sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Aceh karena mungkin kegiatan
tersebut telah melukai rasa keadilan masyarakat Aceh di tengah kondisi krisis
yang sedang kita alami," kata Dahlan kepada wartawan dalam konferensi pers
di DPRA, Senin (5/7/2021).
Baca Juga:
Cerita di Depan DPR Tangis Ibu Korban Bully PPDS Undip Pecah
Dahlan menegaskan kegiatan pada rumah dinas tersebut bukan
usulan dan keinginannya. Dia menyebut, beberapa hari lalu ada orang datang
memberitahu terkait pekerjaan memasang wallpaper serta karpet di rumahnya.
"Saya dengan tegas mengatakan bahwa saya tidak pernah
dikomunikasikan, saya tidak pernah ditanyain apa kebutuhan, apa yang perlu
disiapkan sebagai penghuni rumah dinas dan saya mengatakan saya tidak
membutuhkan itu," jelas Dahlan.
Politikus Partai Aceh itu menyebutkan, dirinya sudah pernah
memanggil Sekwan dan Kabag Umum DPR Aceh untuk mempertanyakan usulan-usulan
tersebut. Dia mengaku tidak pernah ditanyakan apa kebutuhan untuk rumah
dinasnya.
Menurutnya, pihak sekretariat dewan seharusnya menanyakan
dulu kebutuhan masing-masing anggota dewan secara langsung. Hal itu agar tidak
menimbulkan polemik ketika pekerjaan dilaksanakan.
"Sehingga hal seperti ini tidak akan terulang. Sayang
jika nantinya tidak dieksekusi atau kalaupun dipaksakan dieksekusi akan
menimbulkan persoalan di kemudian hari," sebutnya.
"Walaupun tidak menimbulkan persoalan hukum karena
secara administratif dilaksanakan dengan baik dan benar serta ketentuan yang
ada, tetapi akan menimbulkan polemik dengan anggota dewan yang
difasilitasi," lanjut Dahlan. [qnt]