"Zaman sudah berganti, banyak pendekatan yang bisa diterapkan untuk mendidik karakter siswa atau anak, apalagi konteksnya anak remaja," kata Holy melalui keterangannya.
Holy menyebut, pendekatan secara kultural, personal, dan dengan penuturan yang bersahabat, tentu akan menghasilkan respons yang lebih positif pula. Sebab, menurutnya remaja membutuhkan figur teman yang membimbing, bukan figur mendikte apalagi dengan paksaan.
Baca Juga:
Otak Pelaku Pemerkosaan Siswi SMP Hingga Tewas di Palembang Sempat Ikut Yasinan Korban
"Persoalan kesempurnaan dalam berhijab, seharusnya guru bisa memakai cara lain daripada dengan membotaki rambut yang tentu akan meninggalkan rasa trauma pada anak," tegasnya.
Ia mencontohkan, guru bisa mengajak siswa ke ruangan yang privat, memberikan pengertian tentang hakikat aurat. Guru juga bisa membetulkan rambut siswa agar tidak terlihat, lalu memberi pujian dan apresiasi, hal tersebut akan memberi kesan yang lebih baik.
Sebelumnya, EN, guru di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, diduga menggunduli belasan siswi, akibat tak menggunakan dalaman jilbab atau ciput.
Baca Juga:
Siswi Berprestasi Asal Deli Serdang Akan Hadiri Puncak Peringatan HAN di Papua
Peristiwa itu terjadi saat seorang EN, mengajar siswi kelas IX, Rabu (23/8). Di kelas itu, dia mendapati 14 siswi yang mengenakan jilbab, namun tanpa menggunakan ciput di dalamnya.
Mengetahui hal itu, EN lantas menghukum belasan siswi itu dengan memotong rambut mereka menggunakan mesin cukur. Walhasil kepala para siswi itu jadi botak sebagian.
Aksi yang dilakukan EN pun jadi polemik. Sejumlah wali murid tak terima dan protes anaknya digunduli.