Warga lainnya, Khoirul Riza, mengaku getol pernah menolak pembebasan lahan kuari di desanya untuk pembangunan Bendungan Bener tersebut. Bahkan, dia sering ikut demonstrasi penolakan bersama Gempadewa.
"Iya, dahulu menolak karena itu dari tolak ukur pertimbangan saya sendiri. Selain itu, buat menambah pengalaman dan informasi dari pihak sana seperti apa dan pihak sini seperti apa," katanya usai menerima UGR di Balaidesa Wadas.
Baca Juga:
Menteri ESDM Sebut Tambang di Desa Wadas Tak Perlu Izin!
Ia menyampaikan saat ini lebih memilih melepaskan lahannya untuk kepentingan bersama. Bahkan, dia tidak mempersoalkan berapa besaran UGR-nya.
Ia menerima UGR Rp3 miliar dari lahannya. Rencananya uang tersebut untuk membuka usaha toko.
"Saya menerima karena memang sudah jalannya seperti itu. Kalau soal ganti rugi, saya tidak terlalu memikirkan," katanya.
Baca Juga:
Terkait Polemik Siapa Pemegang Konsesi Tambang Batu di Desa Wadas
Sejumlah warga Wadas yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) tetap melakukan perlawanan terhadap segala aktivitas rencana pertambangan batu andesit di kawasan tempat tinggalnya.
Belakangan mereka menggugat Direktur Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM ke PTUN Jakarta terkait penerbitan izin penambangan material batu andesit di Wadas untuk Bendungan Bener, Purworejo.
Daniel Al Ghifari selaku Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta yang tergabung dalam Solidaritas untuk Wadas, mengatakan gugatan dilayangkan ke pengadilan itu pada Senin (31/10).