WahanaNews.co
| Dalam penilaian Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul
Fadhli, dokumen Izin Penetapan Lingkungan (IPL) proyek pembangunan Bendungan
Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, cacat
secara subtansi.
"IPL itu kan diterbitkan sama Gubernur
(Jawa Tengah) pada sekitar bulan Juni tahun 2018," ujar Yogi, saat
dihubungi wartawan, Selasa (27/4/2021).
Baca Juga:
Terduga Teroris di Tiga Lokasi Ditangkap Densus di Jateng
Juga Yogi menyampaikan, nomenklatur IPL-nya
adalah izin penetapan lokasi terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan
Bendungan Bener.
Penetapan lokasi tersebut mencakup dua kabupaten,
yakni Purworejo dan Wonosobo.
"Secara faktual, di Desa Wadas itu tidak
terdampak Bendungan Bener, tapi akan diambil tambang quarry batu
andesitnya. Artinya, secara substansial, itu ada yang cacat. Gubernur kemudian
menjadikan satu kesatuan, antara pertambangan quarry dengan pembangunan
untuk Bendungan Bener," ucapnya.
Baca Juga:
Kemensos Lakukan Pendampingan Menyeluruh Kasus Rudapaksa di Demak Jateng
Menurutnya, pembangunan bendungan dengan
pertambangan menjadi dua hal yang berbeda.
Penambangan itu mestinya mengacu pada
Undang-Undang (UU) Pertambangan.
Yogi menuturkan, untuk AMDAL memang sudah ada.
Namun, warga tidak dilibatkan dalam proses sosialisasi maupun konsultasi
publik.
"Sekitar tahun 2017 itu, ada permohonan
penerbitan izin lingkungan dari pemrakarsa, banner-nya nyebar di Desa
Wadas. Warga tidak pernah mengetahui, ternyata itu konsultasi publik untuk AMDAL
pembangunan Bendungan Bener. Awalnya tidak memasukkan Desa Wadas, tetapi
tahu-tahu di izinnya yang terbit kemudian mengakomodasi Desa Wadas sebagai
salah satu lokasi untuk Bendungan Bener di dalam izin lingkungannya,"
ucapnya.
Lokasi yang akan dijadikan pertambangandi
Desa Wadas merupakan lahan perkebunan dan pertanian.
Warga selama bertahun-tahun telah mengantungkan
hidup dari hasil pertanian tersebut.
Sehingga, ketika lahan pertanian mereka menjadi
lokasi pertambangan, itu akan membuat warga kehilangan mata pencaharian.
Terkait dengan IPL, pihaknya akan berkoordinasi
dengan warga. Namun, tidak menutup kemungkinan akan menempuh upaya hukum.
"Kalau dikembalikan ke fungsi semula,
pertanyaannya, apakah kualitas tanamannya akan sama dengan kondisi sebelum
ditambang? Tentu akan berubah jauh. Ini yang kemudian tidak diinginkan oleh
warga," tandasnya.
Sementara itu,Kepala BBWS Serayu Opak,
Dwi Purwantoro, menyebut telah mengantongi IPL Pembangunan Bendungan Bener
maupun quarry.
"IPL sebenarnya sudah dituangkan dalam SK
Gubernur Jawa Tengah Nomor 591/41 Tahun 2018," ujar Kepala BBWS Serayu
Opak, Dwi Purwantoro, Selasa (27/4/2021).
Dikatakan Dwi, SK tersebut diperpanjang dengan
SK Gubernur Nomor 539/29 Tahun 2020, tanggal 5 Juni 2020, tentang Perpanjangan
Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di
Kabupaten Purworejo dan Wonosobo.
"Jadi, sebetulnya, memang Desa Wadas
menjadi bagian dari Bendungan Bener. Jadi, yang dianggap ilegal itu seperti apa?"
ungkapnya.
Sehingga, secara prinsip, sudah memiliki dasar
hak hukum untuk melaksanakan kegiatan, baik untuk pembangunan Bendungan Bener maupun
pengambilan quarry di Desa Wadas.
"Jadi, kita otomatis enggak akan
mungkin, kalau tidak ada SK Gubernur, di situ akan dilakukan pembangunan
bendungan maupun pengambilan quarry," tegasnya.
Dijelaskannya, untuk pembangunan bendungan
tidak membeli material dari luar.
Namun membebaskan lahan untuk quarry
atau penambangan material batu guna proyek pembangunan Bendungan Bener.
"Quarry hanya di Wadas. Hasil rapat
dengan Sekda Jateng di Semarang, itu memang di situ yang memenuhi kriteria
secara teknis, secara jumlah, dan jaraknya yang mendekati," ungkapnya.
Rencananya, total pembebasan lahan untuk quarry
itu adalah 114 hektar.
Namun, lahan yang digali untuk pertambangan hanyalah
seluas 64 hektar. Sedangkan 50 hektar lainnya sebagai lokasi untuk menyimpan
lapisan humus dari lokasi pengalian.
"Jadi, sebelum kita melakukan penggalian
batu, itu lapisan top soil-nya, lapisan yang subur itu, akan kita
pindahkan ke daerah itu (50 hektar) setebal 6 meter. Baru setelah itu kita akan
mulai melakukan penggalian," urainya.
Top soil setebal 6 meter ini akan dikembalikan ke lokasi penambangan.
"Top soil sebagai humus tadi akan
kita kembalikan lagi ke bekas penggalian. Jadi, otomatis, tanahnya yang tadi
subur juga akan sama, karena Top Soil yang setebal 6 meter akan kita
kembalikan lagi sebagai reklamasi terhadap lokasi yang akan kita pakai untuk
pertambangan itu," tuturnya.
Proses penggalian ini hanya mengambil untuk
kebutuhan kurang lebih 8,5 juta meter kubik. Pengambilan material ini direncanakan
dalam kurun waktu 2-3 tahun.
"Potongannya dari Bukit Wadas itu, yang
kita ambil paling dalam cuma 42 meter. Jadi tidak kita buat lubang-lubang. Sebetulnya
tidak membuat kubangan seperti di daerah penambangan nikel," ungkapnya.
Proses penambangan juga akan melibatkan
masyarakat setempat. Sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.
Pasca-penggalian material dan dilakukan
reklamasi, lahan akan diserahkelolakan untuk kepentingan masyarakat setempat.
"Jadi, kabar yang beredar bahwa material
di Wadas akan dihabiskan, dan mengakibatkan kerusakan lingkungan secara
permanen, itu kabar bohong. Kabar mengenai dampak penambangan masyarakat akan
kehilangan pekerjaan, meninggalkan lubang-lubang besar berdampak kerusakan
lingkungan, dipastikan tidak benar," tegasnya.
Menurutnya, jarak pemukiman yang paling dekat
dengan lokasi penambangan kurang lebih 300 meter. Sehingga bisa mengurangi
dampak dari aktivitas penambangan.
"Ya, memang masih ada dampak ke
masyarakat, tapi sudah kita perhitungkan. Ada jarak 300 meter, itu sudah sangat
mengurangi kebisingan, debu, dan lain-lain. Jadi, kita tidak akan mengambil
material yang sangat berdekatan dengan masyarakat, apalagi sampai menimbulkan
polusi," tegasnya.
Sumber Air Baku 3 Kabupaten dan YIA
Dwi mengatakan, Bendungan Bener yang akan
dibangun itu memiliki ketinggian 169 meter.
"Menjadi yang tertinggi nomor satu di
Indonesia dan nomor dua di Asia," ucapnya.
Selain itu, kata dia, Bendungan Bener akan
menjadi suplai air untuk lahan sawah masyarakat Purworejo dan sekitarnya. Suplai
air beririgasi ini untuk 13.579 hektar.
"Nanti akan terjadi intensitas tanam yang
melebihi biasanya," urainya.
Bendungan juga menjadi sumber air baku untuk
masyarakat sekitar, kurang lebih 1.500 liter per detik.
Jumlah tersebut terbagi untuk Kabupaten
Purworejo (500 liter per detik), dan Kabupaten Kebumen (300 liter per detik).
"700 liter (per detik) untuk kawasan
Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) Kulon Progo. Jadi, memang ada
yang nanti untuk air baku," tegasnya.
Selanjutnya juga menjadi pembangkit listrik
untuk Kabupaten Purworejo, sekitar 6 megawatt.
Kemudian, bendungan juga berfungsi untuk
mengurangi potensi banjir.
"Manfaatnya, mengurangi potensi banjir
untuk Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kulonprogo, dengan nilai reduksi 8,73
juta m3. Lalu, pengembangan parisiwata yang dapat meningkatkan perekonomian
warga masyarakat setempat," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, unjuk rasa
penolakan penambangan batu andesit untuk proyek bendungan di Desa Wadas,
Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, berujung ricuh, Jumat (23/4/2021).
Aksi saling dorong antara warga dengan aparat
tidak bisa dihindari, hingga beberapa orang di antaranya terluka. [qnt]