WahanaNews.co | Kejati Sumut telah menghentikan penututan lebih kurang 80 perkara tindak pidana yang berasal dari beberapa Kejari dan Cabjari di Sumatera Utara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Kepala Kejati Sumut, Idianto, SH,MH melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH mengatakan, Jumat (15/7/2022) Kejati Sumut kembali menghentikan 3 perkara penganiayaan setelah sebelumnya dilakukan ekspose kepada Jampidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana dan 3 perkara tersebut disetujui untuk dihentikan penuntutannya.
Baca Juga:
Kejati Sumut Tahan Eks Kadinkes Tapteng Terkait Skandal Pemotongan Dana BOK dan Japsel
Kegiatan ekspose diikuti langsung oleh Kajati Sumut Idianto, didampingi Aspidum Arip Zahrulyani, SH,MH, Kabag TU Rahmad Isnaini, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto, Kasi Terorisme dan Lintas Negara Yusnar Yusuf.
Selain itu, Ikut juga secara zoom Kajari Karo Fajar Syahputra, SH,MH, Kajari Pematangsiantar Jurist Precisely, SH,MH, Kacabjari Karo di Tiga Binanga Ferdinan Sebayang SH MH.
Tiga perkara yang dihentikan adalah dari Kejaksaan Negeri Karo dengan nama tersangka Benny Karmil Sitepu melakukan penganiayaan terhadap Martha Sri Katana Br Damanik yang tak lain adalah isterinya sendiri.
Baca Juga:
Skandal Pemotongan Dana BOK, Kejati Sumut Tahan Eks Kadinkes Tapanuli Tengah
”Benny dipersangkakan dengan Pasal 44 ayat (1) UU RI. Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” sebut Yos.
Kemudia perkara kedua, lanjut Yos, berasal dari Cabjari Karo di Tiga Binanga atas nama tersangka Harjono Tarigan alias Jono melakukan penganiayaan terhadap Yudi Ginting (masih berkeluarga) dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.
“Untuk perkara ketiga berasal dari Kejari Pematangsiantar atas nama tersangka Hendrik Susilo Simanjuntak melakukan pemukulan terhadap kakak kandungnya sendiri Rini Erita Simanjuntak, gara-gara harta warisan,” papar Yos.
Terhadap Hendrik Susilo Simanjuntak, kata Yos, dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp 300 ribu.
Alasan dilakukan penghentian penuntutan terhadap tiga perkara ini, karena antara pelaku dan korban masih ada hubungan keluarga, satu perkara dari Karo masih suami isteri.
Setelah dilakukan mediasi, antara tersangka dan korban sudah berdamai, saling memaafkan.
”Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat disaksikan penyidik, tokoh masyarakat dan keluarga,” kata Yos.
Penghentian penuntutan dengan penerapan keadilan restoratif (restorative justice), kata mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang ini, juga berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
“Pelaksanaan RJ ini juga bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi,” tandasnya. [jat]