WahanaNews.co | Kasus hamil duluan menjadi penyebab utama tingginya pengajuan dispensasi pernikahan dini di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Di tahun 2022, tercatat 572 warga yang mengajukan dispensasi pernikahan dini. Dari total 572 pengajuan, Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, hanya mengkabulkan 564 pengajuan untuk melaksanakan pernikahan dini. Sebagian besar dari total yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama, 70% dikabulkan karena calon mempelai perempuan sudah hamil
Baca Juga:
Pemkab Lebak Ajak Masyarakat Cegah Pernikahan Dini untuk Kurangi Dampak Buruk
Selain itu, dari total pengajuan tersebut, sebagian besar usia calon mempelai masih dibawah umur, yakni berkisar antara 16 hingga 18 tahun. Umur tersebut dibawah aturan Undang-Undang No 16 tahun 2019.
Menurut Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Didin Syarief Nurwahyudin mengatakan, trend pernikahan dini hingga akhir 2022 mencapai 572 perkara.
"Perkara dispensasi kawin di Indramayu, tahun ini (2022 akhir) mencapai 572 perkara," ungkapnya.
Baca Juga:
Kaltara Lindungi Hak Anak dengan Upaya Pencegahan Perkawinan Dini
Menurutnya, meski trend pernikahan dini menurun setiap tahun, dimulai dari disahkannya revisi Undang-Undang Tentang Perkawinan yakni pada tahun 2019, perkara tersebut menjadi perhatian pihak pengadilan.
"Meskipun trendnya turun, tapi menjadi perhatian kita semua, di tahun 2020 terdapat 761, tahun 2021 terdapat 625 perkara," lanjutnya.
Sementara, di tahun 2022 dari 572 pengajuan pernikahan dini, pihak Pengadilan Agama hanya mengabulkan 564 pengajuan.
"564 perkara kita kabulkan diterima untuk menikah dan 8 perkara mereka mencabutnya, karena mereka menunda pernikahannya," paparnya.
Dikatakan, secara hukum para pengaju pernikahan dini, masih belum memenuhi syarat, namun pihak pengadilan terpaksa mengabulkannya karena ada yang hamil terlebih dahulu.
"Secara hukum memang mereka belum memenuhi syarat secara hukumnya. Aspek lainnya ada yang mendesak, seperti calon perempuannya sudah hamil duluan," Katanya.
Di tahun 2022, dari total 564 yang dikabulkan, 70% nya terpaksa dikabulkan karena hamil diluar nikah.
"Sebagian besar kalau dipresentasikan 70% mereka sudah hamil diluar nikah, melakukan hubungan terlarang, sehingga orang tuanya meminta persetujuan untuk dinikahkan," ujarnya.
Dindin menambahkan, tren pernikahan dini terjadi setelah Undang-undang No 1 tahun 1974 direvisi menjadi Undang-undang No 16 tahun 2019.
"Trend pernikahan dini mulai ramainya itu tahun 2020 setelah Undang-undang No 1 tahun 1974 di revisi menjadi Undang-undang No 16 tahun 2019," tambahnya.
Menurut Dindin, tren pernikahan dini ini terjadi karena masyarakat tidak mengetahui adanya revisi Undang-undang yang membahas tentang batas usia minimal calon mempelai.
"Menurut Undang-undang No 16 tahun 2019, batas minimal umur bagi anak perempuan yang sebelumnya 16 tahun, menjadi 16 tahun, termasuk calon mempelai laki-laki,"
"Penyebabnya itu karena masyarakat tidak mengetahui dengan adanya aturan baru batas usia minimal calon mempelai, sehingga pengajuan pernikahan dini meningkat sejak tahun 2020," tegasnya.
Dindin mengkhawatirkan jika pernikahan dini terjadi akan berdampak pada kesehatan kepada mempelai perempuan.
"Kalau nikah muda itu dampak bagi perempuan terdapat pada medis, secara medis, anak dibawah umur itu belum layak untuk hamil, disaat masuk persalinan, dikhawatirkan terganggu rahimnya," tandasnya.
Dindin menegaskan, pihak pengadilan agama bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, untuk calon mempelai perempuan wajib menyertakan surat rekomendasi medis dari Puskesmas setempat.
"Maka dari itu, kita bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, mewajibkan bagi calon mempelai perempuan untuk membawa surat rekomendasi dari Puskesmas setempat," tegasnya. [sdy]