"Itu lebih terhormat dan jangan korbankan rakyat," ujarnya.
Terkait polemik ini, menurut Markus jika merujuk dari Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait Pengajuan Permohonan Izin Perjalanan Dinas ke Luar Negeri telah tertuang dalam Surat Nomor 009/5545/SJ yang ditujukan kepada Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Kejari Gunungsitoli Eksekusi Rp1 Miliar Lebih Uang Korupsi Perkuatan Tebing Sungai Idanogawo
Dalam surat itu ditegaskan bahwa izin, dispensasi, atau konsesi yang diajukan oleh pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan oleh Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
Tidak hanya itu, lanjutnya, dalam rangka tertib administrasi dan koordinasi pelaksanaan perjalanan dinas luar negeri bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD serta Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintah daerah yang berdasarkan pada Pasal 39 ayat 5 (lima) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan menyatakan bahwa izin, dispensasi, atau konsesi yang diajukan oleh pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan oleh badan dan/ atau penjabat pemerintahan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ia menegaskan, permohonan izin tentunya memiliki limit waktu dalam proses penyelesaian administrasi.
Baca Juga:
Terkait Sekda dan 2 Pejabat Pemko Gunungsitoli Jadi Tersangka, Polres Nias Buka Suara
Hal tersebut tidak serta merta dikeluarkan izin tanpa memenuhi prosedur dan ketentuan yang ada.
"Menurut Ketentuan, untuk Bupati atau Wali Kota dan wakil-wakilnya harus mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri berdasarkan surat pengantar dari Gubernur," imbuhnya.
Menyikapi hal tersebut, Markus Hulu berharap kepada Pj. Gubernur Sumatera Utara dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar dapat memberikan peringatan bahkan mengusulkan pemberhentian kepada kepala daerah khususnya Wali Kota Gunungsitoli.